Penyair Pulo Lasman Simanjuntak Menghentak dengan Puisi “DINI HARI MUSIM SEMI” karya Abdul Hadi WM

Penyair Pulo Lasman Simanjuntak (63)
Penyair Pulo Lasman Simanjuntak (63)

NusantaraInsight, Jakarta — Penyair Pulo Lasman Simanjuntak (63) – juga dikenal sebagai wartawan dan rohaniawan- ikut baca puisi karya Abdul Hadi WM pada acara parade baca puisi 40 penyair.

Untuk puncak acara perayaan Hari Puisi Indonesia (HPI) ke-12 tahun 2024 bertempat di Teater Kecil, Pusat Kesenian Jakarta (PKJ) di Taman Ismail Marzuki (TIM) Jakarta, Jumat pagi (20/12/2024).

Keikutsertaan Penyair Pulo Lasman Simanjuntak bermula beberapa waktu lalu dihubungi oleh Penyair Sofyan RH Zaid untuk segera mendaftar sebagai bagian dari 40 penyair yang ikut baca puisi karya almarhum Penyair, Sastrawan, dan Budayawan Abdul Hadi WM.

Nyaris gagal-lantaran pendaftaran sudah melebihi kuota-akhirnya hanya dalam posisi ‘cadangan’ saja, dengan harapan ada peserta yang mengundurkan diri.

Bersyukur senantiasa kepada Tuhan, melalui pesan ‘messenger’ di media sosial (fb), Penyair Ikhsan Risfandi menghubungi Penyair Pulo Lasman Simanjuntak bahwa masih ada satu kuota lagi untuk menjadi peserta baca puisi.

“Tanpa berlama-lama lagi, saya langsung mendaftar.Akhirnya dapat sebagai peserta nomor 6 untuk membacakan sajak berjudul DINI HARI MUSIM SEMI karya Abdul Hadi WM yang sudah saya kenal sejak tahun 80-an karena pernah menjadi redaktur sastra Harian Umum BERITA BUANA,” ungkap Penyair Pulo Lasman Simanjuntak di Jakarta, Minggu pagi (22/12/2024)

BACA JUGA:  Menuju Anugerah Sastra dan Kebudayaan 2024 Penyair Taufiq Ismail Sebagai Bapak Sastra Indonesia

Berikut adalah puisi DINI HARI MUSIM SEMI karya Abdul Hadi WM yang dikirim panitia untuk dibacakan oleh Penyair Pulo Lasman Simanjuntak tanpa ada tertulis tanggal dan tahun penulisan puisi ini.

Puisi:
DINI HARI MUSIM SEMI

Karya Abdul Hadi WM

adalah sebuah refleksi tentang perubahan alam, waktu, dan perubahan internal yang mengiringi perjalanan hidup manusia

aku ingin bangun dini hari
melihat fajar putih
memecahkan kulit-kulit kerang
yang tertutup –

menjelang tidur
kupahat sinar bulan yang letih itu
yang menyelinap dalam semak-semak salju terakhir
ninabobo yang menentramkan, kupahatkan padanya
sebelum matahari memasang
kaca berkilauan

tapi antara gelap dan terang
ada dan tiada
waktu selalu melimpahi
langit sepi dengan kabut dulu
lalu angin perlahan-lahan
dan ribut memancarkan pagi- burung-burung hai ini, sedang musim dingin yang hanyut
masih abadi seperti hari kemarin
yang mengiba
harus memakan beratus-ratus
masa lampauku