Sebuah Esai: Ditemukan Selera Sastra Generasi Milenial di Sulsel

Sastra generasi milenial
Sastra generasi milenial

NusantaraInsight, Makassar — Untuk menemukan selera sastra Generasi Milenial di Sulawesi Selatan secara objektif tentulah tidak mudah, sebab harus ada penelitian atau minimal survei. Nah, untuk itu, tulisan ini hadir dalam bentuk esai dan tentunya semua pembaca sudah paham karakter sebuah esai – sifatnya subyektif.

Dari dua sampai tiga referensi, disebutkan mereka yang masuk generasi milenial adalah mereka yang lahir antara tahun 1981 hingga 1996. Mereka dinilai sebagai kelompok yang dipengaruhi oleh perkembangan teknologi dan globalisasi yang begitu cepat dan deras.

Dibelakang generasi milenial disebut Generasi Z (Gen Z) yang lahir antara tahun 1997 dan 2012. Kemudian dibelakangnya lagi disebut Generasi Alpha yang lahir sejak tahun 2013 sampai saat ini. Namun esai ini hanya fokus pada Generasi Milenial karena paling dekat dengan Generasi X atau generasi Golden Memories atau Generasi Emas atau generasi yang paling beruntung karena yang pertama mengalami loncatan teknologi digital.

Dalam pengamatan secara kasat mata maupun referensi, secara semi terang terlihat selera sastra Generasi Milenial di Sulawesi Selatan memiliki karakteristik yang khas dan kongkret. Alasannya, setidaknya karena dipengaruhi oleh budaya lokal, perkembangan teknologi, dan adanya interaksi dengan sastra nasional dan internasional.

BACA JUGA:  Achmad Fauzi Tampilkan Keindahan Sulawesi Selatan dalam 44 Lukisan

Mari kita buka satu persatu.

Pertama, Budaya lokal Sulawesi Selatan, yang kaya akan tradisi lisan seperti kelong, syair, dan cerita rakyat, mempengaruhi selera sastra Generasi Milenial di daerah ini. Karya sastra yang mengangkat tema-tema lokal, adat istiadat, dan sejarah Bugis-Makassar sering kali menarik perhatian. Generasi Milenial di Sulawesi Selatan cenderung memiliki apresiasi tinggi terhadap cerita-cerita yang merefleksikan identitas budaya mereka, seperti cerita “I La Galigo,” yang merupakan salah satu karya sastra terbesar dari tradisi Bugis. Kemudian ada cerita mitis Parakang dan Poppo. Lainnya, cerita kepahlawanan tokoh tertentu pada masa kerajaan, atau tradisi lisan lainnya seperti Pau – Pau Rikadong.

Penulis lokal yang mengangkat kearifan lokal dan cerita-cerita dari Sulawesi Selatan cenderung mendapat tempat khusus di hati pembaca Generasi Milenial. Olehnya, karya – karya dalam bentuk buku, e-book atau audibooks yang menggabungkan elemen tradisional dengan gaya penulisan modern, menjadi populer di kalangan Generasi Milenial karena mampu menghubungkan mereka dengan warisan budaya sambil tetap relevan dengan suasana kontemporer.

BACA JUGA:  Menulis Mingguan: Pembredelan Seni

Kedua, Generasi Milenial di Sulawesi Selatan, sangat dipengaruhi oleh perkembangan teknologi digital. Media sosial memainkan peran penting dalam membentuk selera sastra Generasi Milenial. Platform seperti Instagram, TikTok, dan YouTube digunakan untuk berbagi ulasan buku, rekomendasi bacaan, dan diskusi sastra. Komunitas online ini membantu memperkenalkan karya-karya baru maupun klasik kepada pembaca atau penonton yang lebih luas.