Perjalanan Kepenyairan Pulo Lasman Simanjuntak Sepanjang Empat Puluh Tiga Tahun

NusantaraInsight, Jakarta — Sebanyak 37 puisi di bawah ini merupakan karya “perjalanan” kepenyairan Pulo Lasman Simanjuntak selama kurang lebih dari 43 tahun ( tahun penciptaan puisi awal tahun 1981 ) .

Sejak duduk di bangku sekolah menengah, mahasiswa, dan bekerja sebagai wartawan.

“Puji Tuhan, sampai bln September 2024, saya tetap setia menulis puisi , kebetulan saya tulis di Kota Tanjung Pandan, Kabupaten Belitung, Provinsi Kepulauan Bangka Belitung.
Kiranya Tuhan memberikan kesehatan kepada kita semua.Amin,” katanya di Jakarta pada Selasa siang (8 Oktober 2024).

Berikut 37 puisi karya Pulo Lasman Simanjuntak yang ditulis kurun waktu 1981-2024.Selamat membaca.

Puisi

Pulo Lasman Simanjuntak

KOTA TANJUNG PANDAN SUATU PAGI

kota tanjung pandan suatu pagi
masih kukejar sisa kantuk kelaparan akut dinihari

ketika sudah turun dari pesawat terbang
hanya kengerian membaca kisah anak negeri
terperosok nyanyian nada minor
di semak belukar kota zaman batu

tercium aroma kopi hitam tanpa matahari
bersiap menulis air rawa permukiman kumuh
menyantap sampah dan rebusan eceng gondok

BACA JUGA:  KATA DAN JAKARTA

lalu kutemukan sungai-sungai purba di bawah tanah
yang bermandikan air nuklir

alangkah kaya alam dan hutan di kabupaten belitung
para nelayan bersuka ria
mengirim hasil tambang pasir
ke pelabuhan yang nyaris merapat dengan lautan emas
milik singapura

Belitung, Kamis, 26 September 2024

MELEPAS LAUT TANJUNG KELAYANG

mengauli kepenatan
pergumulan hidup
pohon liar rasa pahit
itu nyanyian tangisanku
delapan bulan
ziarah kubur di rumah ibadah

kota-kota sudah terbakar
tinggal dalam kegelisahan
dilepas jangkar berkarat
di pantai tanjung kelayang

aku langsung menyatu
dengan seribu akar matahari

seperti ikan terasing
lalu tenggelam dalam lautan bebatuan

percakapan terbentur di batu iman tegar
tak sempat disantap burung elang hitam
pada pagihari
masih diselimuti ketegangan

Belitung, Babel, Minggu 29 September 2024

BERSETUBUH DENGAN TIKUS

kami harus bersetubuh
dengan tikus ini
di atas ranjang terowongan dapur
berselimutkan tanah merah
birahiku melepuh

sungguh sudah berminggu-minggu
kukunyah habis spermamu
jadi berita utama
di layar televisi, surat kabar, dan media digital
sehingga puisi yang malam ini kutulis
terbuang (percuma)
ditelan dengkur tidurmu

BACA JUGA:  KETIKA DEWI KEADILAN KELIRU: Vina Dewi Arsita

Pamulang, Senin, 18 April 2016, pukul 22.20 WIB

TANAH LOT

telah kutempuh namamu
lewat cuaca dan mata
hingga suara laut pun
turut mengisi dongeng swastika
alangkah lembut
dunia yang lega

katakanlah
seperti indera kita
menyingkap sejarah iba
kutukan macam apa lagi
membuat bintang-bintang berguguran
di serambi pura
sedang keheningan anak-anak pantai
telah menyatu dengan mesra
menyebar jejakmu kecil
di masa lampau.

Iklan Amri Arsyid