Oleh M.Dahlan Abubakar
NusantaraInsight, Makassar — Pagi hari Sabtu (18/1/2025), berbagai grup whatsapp (WA) menginformasikan berita duka. Bapak H.M.Alwi Hamu berpulang ke rakhmatullah di Rumah Sakit Puri Indah Jakarta Barat sekitar pukul 06.50 WIB.
Setelah disemayamkan di Jakarta, jenazah Pak Alwi akan diterbangkan ke Makassar dan direncanakan dimakamkan Ahad (19/1/2025).
Inna lillahi wa inna ilaihi rajiuun.
Di rumah sakit, Pak M.Jusuf Kalla (JK) melayat mendiang Pak Alwi, JK adalah teman sepermainan Pak Alwi ketika menjadi mahasiswa, meskipun keduanya berbeda umur 2 tahun. Pak JK kelahiran Watampone, Bone, 15 Mei 1942, Pak Alwi lahir di Parepare 28 Juli 1944.
Naluri media di dalam diri Pak Alwi muncul sejak SMP lalu berlanjut saat SMA. Dia menerbitkan majalah stensilan. Kegiatan berurusan dengan terbit menerbit ini berlanjut hingga saat aktif di Himpunan Mahasiswa Islam (HMI), organisasi yang mempertemukannya dengan Pak JK. Darah media Alwi berlanjut di organisasi mahasiswa Islam Indonesia. Dia menerbitkan “IDJO Itam Berdjoang”, nama media yang disontek dari warna logo HMI.
Ketika terjadi gerakan Kesatuan Aksi Mahasiswa Indonesia (KAMI), Pak JK dan Pak Alwi berkolaborasi lagi. Pak JK waktu itu menjadi mahasiswa Fakultas Ekonomi Unhas dan berhasil menyelesaikan pendidikan sarjana, sementara Pak Alwi yang menjadi mahasiswa Teknik Unhas kandas di tengah jalan. Pasalnya, ketika gerakan mahasiswa 1966 ini, Pak JK dan Pak Alwi menerbitkan surat kabar yang namanya juga menyontek organisasi kesatuan aksi mahasiswa itu, KAMI. Di surat kabar ini, Pak JK menjabat ketua dan Pak Alwi sebagai Sekretaris.
Raja koran dari Timur
Nama ini, bukan sosok yang asing di belantara tanah air. Apalagi di kalangan pebisnis media. Figur Muhammad Alwi Hamu, identik dengan Rupper Murdock, raja media global. Kini, media di bawah polesan tangan dingin Alwi Hamu sudah menjaring laba-laba di seluruh tanah air.
Kisah keterlibatan Alwi Hamu dalam bisnis media meniti jalan panjang. Awal perkenalannya dengan dunia jurnalistik pun bermula sejak sekolah dasar. Ketika masih duduk di kelas 2, dia nekad ikut abangnya yang sekolah di Makassar. Bermodalkan pendidikan setinggi itu, tidak ada yang dapat dilakukannya. Alwi kecil tinggal di sebuah kantor perusahaan. Usia boleh muda, tetapi tuntutan zaman mengharuskan dia bekerja. Jadilah dia diperbantukan pada bagian pemasaran perusahaan.
Tugasnya kala itu tidak populer. Bahkan dapat dikatakan, tak memerlukan pengetahuan dan keterampilan khusus. Saban hari tugasnya adalah membersihkan lantai seluas 700 meter persegi. Tidak hanya itu, dia juga harus ke pasar. Selesai tugas tersebut, pekerjaan tidak berakhir. Tugas memasak menunggu. Soalnya, hasil pekerjaannya ditunggu enam orang yang tinggal bersama dia.