Keputusan Terbesar Dalam Hidupku

Oleh: Haekal Rumaday (Mahasiswa Fakultas Ushuluddin dan Filsafat UIN Alauddin, Makassar)

NusantaraInsight, Makassar — Sebagai seorang anak remaja yang mendapat pujian dari warga dan para guru, tentu saja menciptakan semangat tersendiri bagiku ‘tuk belajar. Bisa dibilang, pada masa SMP itu, aktivitasku sebelum tidur dan bangun tidur selalu kuisi dengan membaca buku.

Kebetulan, waktu itu, mayoritas dari teman-temanku punya handphone. Aku salah satu anak remaja yang, kala itu, tak punya handphone. Alhamdulillah, dengan tak punya telepon genggam, hari-hariku terisi dengan aktivitas yang produktif.

Semua pujian dari warga dan para guru itu bukan tanpa alasan. Sewaktu Sekolah Dasar, aku tidak pernah absen menjadi bagian dari siswa penerima penghargaan juara semester. Masih terekam jelas, saat-saat membanggakan itu.

Saat kelas 5 SD hingga lulus, aku hanya sekali juara 2 dalam penerimaan rapor. Hampir setiap semester, pada waktu itu, aku meraih juara 1, hingga pada hasil kelulusan, aku dinobatkan sebagai juara 1 umum.

Begitu duduk di bangku kelas 2 SMP, aku menjadi salah satu dari beberapa peserta yang mencalonkan diri sebagai Ketua OSIS MTs Negeri 4 Seram Bagian Timur, Provinsi Maluku. Aku bersyukur dipercaya teman-teman. Akhirnya, di tahun 2017 itu, aku terpilih sebagai Ketua OSIS MTs Negeri 4 Seram Bagian Timur.

BACA JUGA:  Obituari H.Andi Idris Bau Mange, S.Sos. Ceria dan Selalu Menyejukkan

Setelah terpilih, penyusunan struktur organisasi dilakukan di rumahku, ditemani pembina OSIS dan jajaran OSIS,. Momen itu disaksikan langsung oleh bapakku. Bapak berpesan kepada pembina OSIS, “Pak, tolong didik Haekal ya.” Pembina OSIS menjawab, “Baik, Pak. Itu sudah menjadi tugasku dan Haekal sudah kuanggap sebagai adek sendiri.” Ya, seakrab itu aku dengan Pak guru, yang menjadi pembina OSIS kami.

Bapakku, kalau soal pendidikan, jangan diragukan. Beliau sangat tegas dalam mendidikku. Jika waktu senggang dan teman-teman seumuranku biasanya diajak membantu bapaknya ke kebun atau melaut. Namun berbeda dengan bapakku. Jangankan melaut, ke kebun saja kadang aku dilarang ikut. Alasannya sederhana, “Gunakan waktu luangmu untuk membaca atau aktivitas semacamnya.”

Begitulah bapakku. Beliau sangat fokus mendidikku sebagai pelajar sampai aku lupa bagaimana cara belajar bertahan hidup seperti dirinya. Namun itulah mungkin kasih sayang seorang bapak terhadap anaknya.

Jangan diragukan lagi, aku adalah anak yang paling beliau sayangi. Kalau ada waktu senggang dan ibuku pergi menjenguk nenek yang kebetulan beda kota dengan kami, aku tak pernah diikutsertakan. Sebab bapak tak pernah mau aku jauh darinya. Sehingga aku lebih banyak menghabiskan waktu bersama bapak ketimbang dengan ibuku. Bisa dibayangkan bagaimana kedekatan diriku dengan bapak.

Iklan Amri Arsyid