K-Apel dan Tongkat Ibu Andi Ernawati, S.Pd.,M.Pd.,Ph.D Kepala Sekolah SMA Negeri 21 Makassar

K-Apel
ibu Andi Ernawati, S.Pd., M.Pd., Ph.D (baju coklat) berfoto bersama Anggota DPRD Sulsel Yeni Rahman, S.Si (baju merah muda)

NusantaraInsight, Makassar — Siang menjelang sore awan langit kota daeng begitu cerah tiba-tiba berubah menjadi gelap dihantar angin mamiri berhembus lembut membawa serta semangat literasi yang menyala-nyala dalam diskusi bertemakan “Budaya Membaca, Membaca Budaya.” diadakan oleh Komunitas Anak Pelangi (K-Apel).

Komunitas Anak Pelangi (K-Apel) melalui program Beranda Literasi (BELI) kembali menyediakan ruang bagi para pegiat literasi untuk bertukar pikiran kali ini mengahdirkan narasumber yaitu Prof. Dr. Mardi Adi Armin, M.Hum (Guru Besar Universitas Hasanuddin) Dr. Syafruddin Muhtamar, SH., MH (Akademisi Universitas Muslim Indonesia) Yeni Rahman, S.Si, (Anggota DPRD Provinsi Sulawesi Selatan) dengan peserta yang datang dari berbagai latar belakang yaitu mahasiswa, akademisi, guru penggerak, wartawan, budayawan, seniman, penyair, penulis, ibu PKK, Majelis Taklim, dan ibu-ibu Komunitas Anak Pelangi, di antara semua peserta yang hadir, ada satu sosok menarik perhatian saya ia adalah ibu Andi Ernawati, S.Pd., M.Pd., Ph.D., Kepala SMAN 21 Makassar, yang dengan tongkatnya melangkah mantap menuju ruang diskusi.

BACA JUGA:  SAJADAH UKHUWAH

Saya berdiri di pintu masuk menyambut peserta yang datang, menyaksikan bagaimana ia dengan sabar menaiki tangga, dibantu oleh seorang temannya. Langkahnya mungkin tertatih, tetapi semangatnya tegak. Tongkat di tangannya bukan sekadar alat bantu, melainkan simbol kegigihan. Tidak ada yang dapat menghalangi langkahnya hingga ia sampai di ruang berjendela dunia itu, termasuk keterbatasan fisiknya. Dalam sorot matanya, terlihat betapa ia tidak hanya hadir sebagai tamu, melainkan sebagai seorang pembelajar sejati, seorang ibu yang bergelar Doctor of Philosophy (Ph.D) gelar S3 dari luar Negeri, juga secara usia biologis sepertinya sudah di atas 50 tahun

Diskusi berlangsung hangat, menghadirkan perspektif bahwa membaca bukan sekadar aktivitas individual, melainkan bagian dari budaya yang membentuk peradaban. Bagi Bu Andi Erna, keterbatasan usia atau kesehatan bukan alasan untuk berhenti belajar. “Keterbatasan fisik hanya membatasi tubuh, bukan jiwa dan semangat,” begitu kata bijak yang seolah menjelma dalam dirinya, semangat yang sama yang menjadikan literasi sebagai jembatan perubahan.

Ketika acara berakhir dan peserta diskusi satu persatu meninggalkan ruangan Ibu Andi Ernawati pun ikut melangkah tertatih dengan tongkat di tangan meninggalkan ruangan. Namun, semangatnya tetap tegak, menyisakan jejak inspirasi bagi siapa pun yang menyaksikan. Hari sabtu tanggal 1 Februari 2025, bukan hanya tentang literasi, tetapi tentang bagaimana ilmu tidak mengenal batas, usia, atau keadaan. “Seorang guru sejati bukan hanya mengajar di ruang kelas, tetapi juga hadir di ruang-ruang di mana perubahan dimulai.”