Pengantar:
Tulisan bagian ini merupakan kenangan almarhum Fachrudin yang sudah tiga seri sebelumnya ditayangkan. Penulis menggunakan “saya” yang menunjukkan tulisan ini dibuat langsung oleh Rektor Unhas periode 1985-1989 tersebut. (Redaksi).
NusantaraInsight, Makassar — Secara pribadi saya telah mengenal Pak Amiruddin ketika kami masih sama-sama berusia muda. Kami kebetulan satu sekolah di SMP Gouvernement pada masa itu. Tempatnya di depan percetakan di depan Jl. Ahmad Yani (sekarang SMP Negeri 6). Itu adalah satu-satunya SMP di Makassar ketika itu.
Kami beda satu tahun. Dia kelas 1, saya kelas persiapan. Kami tidak saja satu sekolah, tetapi juga kami tinggal di asrama yang sama. Asrama itu didirikan oleh pemerintah.
Asrama itu terletak di Jl. Mongisidi, dekat Sekolah Kepandian Putri (SKP). Di dekat asrama itu juga ada kompleks tentara. Dahulu di sekitar situ ada gang — namanya Gang 22 — yang memotong Jl. Sungai Saddang.
Saya masuk asrama pada tahun 1947. Kemudian, kami pindah ke Asrama Umum MULO yang sekarang ditempati beberapa bidang dalam jajaran Kanwil Depdikbud (sekarang Kantor Dinas Pariwisata dan Kebudayaan) Sulawesi Selatan. Saya dan Pak Amiruddin berada di asrama itu antara tahun 1947 hingga 1949.
Sejak itulah kami mulai akrab, karena Asrama Umum MULO hanya semacam los (tidak berkamar atau berbarak), kami selalu bersama-sama. Dahulu kami bertiga bersama, Pak Syamsu Mappa. Saya paling kecil di antaranya. Keduanya seperti kakak saya.
Di situlah kami banyak mengenal masa remaja. Lantaran saya paling kecil, maka saya sangat disayangi oleh keduanya. Sekadar tambahan, Pak Katili (John Ario Katili) tinggal bersama kami di asrama itu. Dia waktu itu sudah duduk di Algemeene Middlebare School (AMS) — setingkat SMA — yang merupakan sekolah Belanda yang elitis.
Ketika itu, satu dua kali saya pergi menonton film umur 17 tahun ke atas. Untuk itu, saya memerlukan celana panjang agar terkesan telah cukup umur. Karena saya belum punya celana panjang, maka saya meminjam celana panjang Pak Amiruddin atau Pak Syamsu Mappa. Itulah saat-saat pertama kalinya saya memakai celana panjang.
Atas-Bawah Menggarap
Ciri khas Pak Amiruddin yang saya ingat sekali adalah tulisannya yang miring dan kecil. Selain itu, dia itu sesungguhnya kelihatan jarang terlihat belajar.
Namun, dia banyak membaca. Apakah itu novel atau buku-buku lain. Anehnya, nilai rapornya selalu paling bagus. Artinya, dasarnya Pak Amiruddin memang pintar. Semua teman mengakui. Kalau Syamsu Mappa lebih suka menulis. Lebih cenderung menjadi sastrawan, bikin cerita pendek dan puisi.