NusantaraInsight, Riyadh — Pada Konferensi Tingkat Tinggi (KTT) luar biasa antara Liga Arab dan Organisasi Kerja sama Islam (OKI) di Riyadh pada Sabtu (11/11/2023), Presiden Iran Ebrahim Raisi meminta negara-negara Islam untuk menjatuhkan sanksi minyak dan barang terhadap Israel.
Raisi mengusulkan kepada negara-negara Arab penghasil minyak untuk mengembargo minyak Israel.
Raisi berpendapat bahwa cara ini adalah salah satu upaya untuk menghentikan agresi Negeri Zionis di Jalur Gaza, Palestina.
Usulan tegas Raisi itu tidak mendapat respon negara-negara Arab penghasil minyak dunia.
“Tidak ada cara lain selain melawan Israel, kami mendukung Hamas atas perlawanannya terhadap Israel,” kata Raisi dalam pidatonya, seperti dikutip Iran International, Sabtu (11/11).
Namun, permintaan Raisi ini ditolak mentah-mentah oleh sejumlah negara yang hadir, mulai dari Mesir, Qatar, hingga Yordania.
Permintaan Raisi agar negara-negara yang masih berhubungan dengan Israel untuk memutus hubungan diplomatiknya dengan Tel Aviv juga ditentang oleh sejumlah negara, seperti Uni Emirat Arab (UEA) dan Bahrain.
Dalam KTT ini, berbagai usulan Iran memang banyak diwarnai perbedaan pendapat hingga ditentang oleh sejumlah pihak. Salah satunya, permintaan Teheran untuk menetapkan militer Israel sebagai “organisasi teroris” buntut tindakannya di Gaza.
Pandangan Iran yang ditolak negara Arab lainnya yaitu soal solusi dua negara. Negara-negara Arab bersikeras bahwa Palestina dan Israel mesti hidup berdampingan berdasarkan perbatasan 4 Juni 1967. Namun, menurut Iran, Negeri Zionis tidak boleh ada sama sekali.
Meski terjadi perselisihan di antara negara-negara anggota Liga Arab dan OKI yang hadir, pertemuan luar biasa ini sendiri telah menghasilkan klausul yang menyepakati penghentian agresi Israel di Gaza.
KTT ini menelurkan putusan yang di antaranya mengutuk agresi Israel, menolak klaim Israel bahwa mereka bertindak atas dasar bela diri, serta menuntut Dewan Keamanan PBB segera mengadopsi resolusi yang tegas dan mengikat.
Diketahui, Pada 1979, Mesir menandatangani perjanjian damai dengan Israel usai bersitegang bertahun-tahun karena Perang Arab-Israel 1948. Yordania kemudian menyusul pada 1994.
Kedua negara ini sendiri menormalisasi hubungan dengan Israel pada 2020 lewat Abraham Accords, setelah sempat bersitegang dengan Israel dalam perang Arab-Israel.
Sumber : CNN