NusantaraInsight, Jakarta — Dewan Perwakilan Rakyat Republik Indonesia telah mengesahkan RUU Daerah Khusus Jakarta (RUU DKJ) sebagai usul inisiatif DPR RI.
Diantara materi muatan RUU DKJ yang kontroversi adalah Gubernur DKJ akan ditunjuk, diangkat, dan diberhentikan oleh Presiden sehingga tidak ada lagi Pilkada di DKJ.
Seluruh Fraksi di DPR setuju Inisiatif RUU DKJ, kecuali Fraksi PKS yang secara tegas menolaknya.
Hal ini bisa dilihat dan dikonfirmasi pada pandangan Fraksi-Fraksi di Badan Legislasi DPR hingga proses di Paripurna DPR pada Selasa, 5/12/2023.
Menurut Ketua Fraksi PKS Jazuli Juwaini penunjukan Gubernur Jakarta dalam RUU tersebut telah merampas hak politik warga Jakarta untuk memilih pemimpinnya. Usulan tersebut jelas merupakan kemunduran demokrasi.
“Fraksi PKS dengan tegas menolak upaya yang mengebiri hak politik warga Jakarta yang selama ini dapat memilih pemimpinannya secara langsung. Tidak ada alasan untuk menarik hak politik warga tersebut dan kami menganggap hal ini jelas-jelas set-back demokrasi di Jakarta,” tegas Jazuli.
Atas dasar itulah, tandas Anggota DPR Dapil Banten ini, Fraksi PKS menolak inisiatif RUU DKJ. Selain karena dicabutnya mandat pemilihan langsung tersebut, penolakan Fraksi PKS didasarkan pada proses dan prosedur penyusunan RUU yang sangat tergesa-gesa.
“RUU ini akan mengatur Jakarta dengan kompleksitas yang luar biasa sehingga mutlak membutuhkan partisipasi yang luas dari masyarakat dan berbagai pemangku kepentingan. Fraksi PKS mengingatkan preseden buruk RUU Cipta Kerja dan RUU IKN yang juga tegas kami tolak dan ternyata isinya amburadul bahkan RUU Cipta Kerja dibatalkan MK sementara RUU IKN harus direvisi kembali,” ungkapnya.
Fraksi PKS tetap pada pendapatnya bahwa Jakarta masih layak menjadi Ibukota Negara. Hal ini konsisten dengan pandangan Fraksi PKS yang sejak awal menolak RUU Ibu Kota Negara (IKN).
“RUU DKJ memang konsekuensi dari UU IKN, tetapi seyogyanya proses dan prosedurnya dilakukan secara cermat dan komprehensif, bukan tergesa-gesa dan minim pelibatan publik. Apalagi isinya jelas merampas hak politik warga Jakarta untuk memilih pemimpinnya,” pungkas Jazuli.