Sajak–Sajak Muhammad Amir Jaya
DETIK–DETIK ITU (1)
–Kepada Tuan Raja
Detik-detik itu
Waktu semakin panjang
Hidup lapang
Atau meradang
Detik-detik itu
Waktu semakin panas
Hidup lepas
Atau cemas
Detik-detik itu
Waktu semakin mepet
Hidup nikmat
Atau kiamat
Detik-detik itu
Adalah hukum alam
Bagi pemimpin kejam
Maccini Parang, 19 Oktober 2024
DETIK-DETIK ITU (2)
Detik-detik itu
Suara-suara hujat gemuruh
Di setiap bibir musuh
Yang luruh
Detik-detik itu
Caci maki mengapi
Di setiap bingkai hati
Yang mati
Detik-detik itu
Mahkamah langit sedang bicara
Bagi pemimpin tanpa rasa
Maccini Parang, 19 Oktober 2024
DETIK-DETIK ITU (3)
Detik-detik itu
Penyair menepi
Membingkai kata
Jadi api
Melumat nafsu kuasa !
Maccini Parang, 19 Oktober 2024
SELAMAT JALAN KE TITIK NOL
–Kepada Mulyono
Hari ini
Dua puluh oktober 2024
Engkau kembali ke titik nol
Selamat jalan !
Tak ada lagi panggung kuasa
Yang membuatmu lupa diri di atas lupa
Telunjukmu telah patah
Lidahmu telah kelu
Bibirmu telah terkatup
Sinar matamu telah layu
Tahukah yang tersisa kini
Mungkin hanya cemas
Menggantung di setiap desahmu
Hari ini
Tak ada lagi kagum
Karena kagum telah berubah sinis
Menyeruak di setiap desah anak bangsa
Mungkin mereka baru tersadar
Bahwa engkau adalah anak gorong-gorong palsu
Sepuluh tahun memanggul kuasa
Hasilnya demokrasi ambruk
Karena lena syahwat keluarga
Anak dan menantu diberi karpet merah
Untuk sebuah panggung ironi
Tahukah aku geli !
Sepuluh tahun memanggul kuasa
Panggung korupsi dan nepotisme berpesta
Riuh di setiap lembaga kementerian
Hukum pun tercabik-cabik
Karena tangan-tangan kuasa yang memiling
Negeri ini menjadi buram
Di tubuhnya tercium bau tak sedap
Utang membengkak tujuh turunan
Sementara diseputaran istana hidup hedonis
Anak kesayangan terbang dengan jet
Tapi tahukah di pojok-pojok negeri
Anak-anak bangsa hanya sarapan angin
Perutnya membuncit karena busung lapar
Sepuluh tahun di menara istana
Sekalipun tak pernah berpidato
Tentang keprihatinan ratusan nyawa petugas KPPS* melayang
Tentang puluhan anak-anak yang geger otaknya di depan KPU **
Tentang pembantaian 6 laskar FPI*** di KM. 50
Tentang ratusan pekerja dibantai si mata sipit di Marowali
Ah, di mana bening hatimu
Di mana rasamu engkau selipkan
Mungkin hatimu telah membatu
Hari ini
Orang-orang disekelilingmu telah memasang jarak
Mereka tahu engkau tak lagi bermagnet
Buktinya saat namamu disebut di gedung pa rlemen
Tak ada lagi riuh tepuk tangan
Seperti di masa lalu
Hari ini
Mungkin kecoak pun bosan