NusantaraInsight, Makassar — Menulis itu tidak punya metode lain yang lebih efektif, selain langsung praktik menulis. Nanti, kemudian berproses lebih baik melalui pembiasaan, koreksi diri, termasuk lewat pengayaan wawasan melalui bacaan, diskusi, dan aspek-aspek pengembangan kompetensi lainnya.
Keyakinan ini membuat Rusdin Tompo, meminta mahasiswa peserta mata kuliah Kemahiran Menulis Bahasa Bugis-Makassar, langsung menuangkan idenya dalam bentuk kalimat. Rusdin Tompo, penulis dan pegiat literasi, merupakan bagian dari program Praktisi Mengajar di Departemen Sastra Daerah Fakultas Ilmu Budaya (FIB) Universitas Hasanuddin (Unhas).
Setiap mahasiswa diminta membuat kalimat bebas, sesuai apa yang akan disampaikan. Mereka diberi motivasi agar berani menuangkan idenya, menuliskan apa yang ada di pikirannya, dan apa yang mau disampaikan.
Mereka merupakan mahasiswa semester 3 Sastra Daerah FIB Unhas, yang mengikuti kuliah Kemahiran Menulis Bahasa Bugis-Makassar, pada Jumat, 1 Desember 2023. Pengampu mata kuliah tersebut, yakni Pammuda, SS, M.Hum, dosen Departemen Sastra Daerah FIB Unhas, yang juga merupakan Sekretaris Departemen Sastra Daerah FIB Unhas.
Pammuda sebelum perkuliahan dimulai, sempat bercerita bahwa puisinya pernah dimuat di koran Pedoman Rakyat, tahun 1990an, saat masih SMA. Namun arsip dan kliping puisinya tidak ditemukan lagi.
Mahasiswa diminta menulis karena sesuai nama mata kuliahnya, kemahiran menulis. Jadi, semua metode digunakan agar mereka berani menulis. Tulisannya pun diniatkan akan menjadi karya yang dibukukan, bukan sekadar untuk mendapat nilai ujian.
Ini pula yang dicita-citakan Dr Sumarlin Rengko, M.Hum, juga dosen Departemen Sastra Daerah FIB Unhas. Bahkan digadang-gadang, karya mahasiswa itu tampil dalam bahasa Indonesia, Bugis, Makassa, dan aksara Lontaraq.
Saat menuangkan tulisannya pada white board, yang kemudian dibaca dan dikomentari Rusdin Tompo, tampak ada yang terlihat ragu memulai. Tulisan mereka ada yang sifatnya personal, kaitan antara anak perempuan dengan ayahnya, ada yang semacam pernyataan diri akan mendapat nilai bagus, ada pula yang menggambarkan suasana hatinya.
Rusdin Tompo lantas menyertakan dua contoh tulisan, yang ditulis spontan dalam pertemuan ketiga pagi tadi. “Sebab sastra menciptakan realitasnya sendiri sebagaimana Tuhan menciptakan dunia,” begitu tulis Muhammad Fadli Fauzi. Sementara M Ryan Kadir menulis, “Aku ingin menjadi lautan yang tanpa batas menerima semua dari daratan.”
Menurut penulis dan editor puluhan buku itu, kita menjadi ragu memulai tulisan karena maunya sempurna. Padahal pilihan untuk kalimat pembuka tulisan bisa sangat beragam, dan banyak pilihan. Disarankan agar mereka memainkan imajinasi dan daya kreasinya saat menulis.