Oleh: Asnawin Aminuddin
(Mahasiswa S2 Ilmu Pemerintahan Universitas Pancasakti Makassar)
NusantaraInsight, Makassar — Definisi kebijakan publik cukup banyak dan semakin banyak pula ditemukan definisi analisis kebijakan publik dalam literatur kebijakan publik. Berdasarkan beberapa pengertian, analisis kebijakan tersebut dikemukakan beberapa ciri analisis kebijakan.
Pertama, analisis kebijakan sebagai aktivitas kognitif, yakni aktivitas yang berkaitan dengan learning and thinking. Aktivitas tersebut hanya sebagai salah satu aspek dari proses kebijakan, artinya masalah kebijakan didefinisikan, dipecahkan, dan ditinjau kembali. Proses tersebut akan melibatkan berbagai pihak, baik pihak yang setuju maupun yang tidak. Baik mereka sebagai pemilih maupun sebagai yang dipilih.
Selain itu, juga melibatkan kelompok kepentingan legislator, birokrat, dan media massa. Elemen kognitif, memiliki peran sentral dalam proses tersebut sekalipun tidak dominan. Dikatakan memiliki peran sentral, karena menurut Leslie A.Pal (1987:19), bahwa proses kebijakan sesungguhnya hanyalah merupakan proses diskusi dan debat ide-ide mereka tentang prioritas, masalah, dan solusinya.
Aspek kognitif yakni memikirkan tentang proses seseorang pada masalah kebijakan tertentu yang dilakukan oleh semua orang yang terlibat sejauh mereka dibutuhkan dalam klarifikasi atau justifikasi, dan rasionalisasi pandangan atau pendapat mereka.
Sungguhpun demikian, analisis kebijakan yang baik dan argumentasi kebijakan yang jelas dan meyakinkan, tidak pernah dilakukan. Hal tersebut disebabkan jarang sekali bisa sampai pada kesimpulan, sekalipun hal tersebut menjadi lebih penting, karena proses kebijakan adalah proses politik yang berupaya memadukan kekuasaan dan kepentingan.
Kedua, analisis kebijakan sebagai bagian dari proses kebijakan secara kolektif sehingga merupakan hasil aktivitas kolektif. Pada tataran analisis awal, hanya bisa dilakukan secara individual. Namun demikian, analisis mereka lebih tepat dipahami sebagai kontribusi yang terorganisasi sekaligus sebagai pengetahuan kolektif terhadap masalah kebijakan tertentu.
Hal ini menjadi semakin jelas, ketika seorang menteri meminta kepada penasehatnya untuk melakukan analisis dan melaporkan tentang suatu isu kebijakan. Laporan penasehatnya tadi tidak akan menjadi dasar keputusan mereka. Hal tersebut disebabkan karena masalah kebijakan publik sesungguhnya adalah publik itu sendiri. Mereka akan menghasilkan arus informasi hasil analisis dari berbagai sumber, seperti dari laporan surat kabar, representasi kelompok kepentingan, buku, dan artikel ilmiah, komite parlementaria, dan sebagainya.
Jika demikian, ketika analisis dilakukan secara individual, pembuatan kebijakan biasanya dibuat didasarkan pada pengetahuan kolektif dan terorganisasi terhadap masalah-masalah kebijakan. Setiap analisis profesional harus memahami fakta tersebut dan implikasinya.
Ketiga, analisis kebijakan sebagai disiplin intelektual terapan. Hal ini berarti masalah kebijakan yang harus dikaji melalui aktivitas dari sejumlah analisis. Aplikasi sederhana berkaitan dengan kebijaksanaan konfensional sekalipun dalam pengertian ini bukan sebagai disiplin.
Hal tersebut hanya sebagai refleksi semata. Analisis bisa jadi sesuai dengan kebijakan adalah reflektif, kreatif, imajinatif, dan eksplorasi sekaligus sebagai kontrol diri pada tataran terbaik.
Analisis kebijakan tidak akan pernah membuat semua asumsi dan beberapa latar yang diperlukan untuk tetap memperkuat hasil analisis. Namun demikian, analisis individual membutuhkannya bukan untuk memperlemah masalah tersebut, dan apa yang telah tersedia menunjukkan bahwa analisis kebijakan sebagai pengetahuan yang terorganisasi.
Asumsi-asumsi dan bias setiap studi tunggal akan diungkap dan diteliti secara cermat atau seksama oleh orang lain dalam proses kebijakan. Tanggung jawab setiap analisis sekadar “memperjelas” dan merefleksikan diri sebaik-mungkin untuk mampu meningkatkan kejelasan, namun tidak mengamati sampai pada sasarannya.
Keempat, analisis kebijakan berkaitan dengan masalah-masalah publik. Tidak semua masalah masuk ranah publik bahkan ketika masalah tersebut melibatkan sejumlah besar orang. Masalah publik memiliki dampak pada masyarakat atau beberapa orang yang berkepentingan sebagai anggota masyarakat.
Oleh karena itu, tidak mengherankan manakala memperdebatkan kebijakan yang berkaitan dengan apakah masalah-masalah tersebut merupakan masalah publik dalam pengertian ini dan hal tersebut menjadi target dari aksi kebijakan.
Tumbuhnya negara pada abad sekarang ini bisa jadi dipandang sebagai bagian dari proses yang pada awalnya merupakan masalah pribadi menjadi masalah publik, seperti apa yang telah didefinisikan sebelumnya.
Dengan kata lain, masalah tersebut pada awalnya sebagai masalah pribadi atau keluarga, namun pada perkembangannya didefinisikan sebagai masalah sosial atau masalah publik. Dengan demikian, dalam proses analisa kebijakan bisa jadi mempertimbangkan masalah pribadi dan aksi pribadi, Sekalipun tidak berhubungan dengan isu atau kebijakan publik.