Sidang MK PHPU Bupati Jeneponto, Dua Saksi Ahli Berbeda Pendapat

Saksi Ahli PHPU Bupati Jeneponto
Saksi Ahli PHPU Bupati Jeneponto

NusantaraInsight, Jakarta Mahkamah Konstitusi (MK) menggelar pemeriksaan persidangan dengan agenda Mendengarkan Keterangan Ahli/Saksi untuk Perkara Nomor 232/PHPU.BUP-XXIII/2025 mengenai Perselisihan Hasil Pemilihan Umum (PHPU) Bupati Jeneponto Tahun 2024 pada Kamis (13/2/2025).

Para Ahli berbeda pendapat mengenai dalil Pemohon yang mempersoalkan Komisi Pemilihan Umum (KPU) Kabupaten Jeneponto selaku Termohon tidak melaksanakan rekomendasi Badan Pengawas Pemilihan Umum (Bawaslu) untuk pemungutan suara ulang di 10 TPS.

Pasangan Calon (Paslon) Bupati dan Wakil Bupati Kabupaten Jeneponto Nomor Urut 3 Muhammad Sarif dan Moch Noer Alim Qalby selaku Pemohon menghadirkan mantan Wakil Ketua MK Aswanto sebagai ahli dalam persidangan ini. Aswanto mengatakan sengketa hasil ini muncul karena KPU Jeneponto tidak menjalankan rekomendasi Bawaslu untuk melaksanakan pemungutan suara ulang sejumlah TPS akibat pelanggaran-pelanggaran pemilihan.

Padahal, tanggung jawab penyelenggara pemilu untuk menjaga kemurnian suara pemilihan dengan menindaklanjuti rekomendasi itu dalam rangka mengoreksi kesalahan atau kelalaian petugas.

“Saya berkesimpulan bahwa sebenarnya perkara ini sampai ke Mahkamah Konstitusi karena ada rekomendasi Bawaslu yang tidak dijalankan oleh KPU,” ujar Aswanto di hadapan Majelis Hakim Panel 2 yang dipimpin Wakil Ketua MK Saldi Isra didampingi Hakim Konstitusi Ridwan Mansyur dan Hakim Konstitusi Arsul Sani di Ruang Sidang Lantai 4 Gedung I MK, Jakarta.

BACA JUGA:  Andi Rosman-dr Baso Rahmanuddin Unggul di Pilkada Wajo, Andalan Hati Mendominasi

Aswanto menuturkan ketika kesalahan itu tidak dikoreksi maka akan berdampak pada legitimasi pemimpin yang terpilih dalam lima tahun ke depan serta dapat membuat penyelenggara pemilihan melakukan kesalahan yang sama berulang-ulang. Akibatnya, menurut dia, penyelenggara pemilihan seringkali tidak dipercaya oleh masyarakat.

Hal ini terlihat dari makin banyaknya pihak yang merasa dirugikan dengan tindakan tersebut sehingga mencari kemurnian suara pemilihan di MK.

“Saya kira kalau sebenarnya pelanggaran yang dilakukan penyelenggara dikoreksi dengan baik menurut saya semestinya tidak terlalu banyak lagi sengketa pilkada, sengketa pemilu yang masuk ke Mahkamah Konstitusi,” jelas Aswanto.

Sementara, Termohon menghadirkan Ardilafiza sebagai ahli dalam persidangan ini. Ardilafiza mengatakan rekomendasi Bawaslu bersifat anjuran dan tidak mengikat. Rekomendasi tersebut dapat direspons KPU dengan melakukan penelaahan kembali sebagaimana ketentuan Peraturan KPU. Sehingga rekomendasi tersebut bisa saja tidak dilaksanakan secara keseluruhan tentu dengan argumen yang sesuai aturan.