Oleh: Rusdin Tompo
Koordinator Perkumpulan Penulis Indonesia SATUPENA Provinsi Sulawesi Selatan
NusantaraInsight, Makassar — Aktivitas pewartaan sesungguhnya sudah ada sejak lampau, dalam interaksi dan komunikasi antar-manusia. Bukankah, sebagai makhluk sosial, manusia itu akan saling bertukar kabar, setiap kali bertemu? Maka, ketika kini berkembang apa yang kita kenal sebagai jurnalisme warga, sejatinya itulah kodratnya, fitrahnya, sudah dari sononya. Hanya saja, kini dengan segala sofistikasinya, terdapat beragam medium yang bisa digunakan untuk menyebarluaskan pesan, kabar, pandangan, dan gagasan manusia itu, melalui media konvensial maupun platform digital.
Karena itu, jauh sebelum Johannes Gutenberg, asal Jerman, menemukan teknologi percetakan (1450), sebelum Johann Carolus menerbitkan koran “Relation aller Fürnemmen und Gedencwürdigen Historien” di Strasbourg, Jerman (1605), dan sebelum Johann Rist di Jerman menerbitkan majalah berkala “Erbauliche Monaths-Unterredengun” (1663), praktik jurnalistik sudah ada.
Sejarah mencatat, pada masa Romawi Kuno, sekira tahun 59 SM hingga 222 M, sudah ada papan pengumuman berisi berita harian, yang dipajang di tempat umum, seperti Forum Romanum.
Lembaran berita itu diukir di batu atau logam dan disajikan pada papan informasi supaya diketahui masyarakat. Isinya sebagian ada yang resmi, seperti berita pengadilan, dekrit kaisar Romawi, senat Romawi, dan hakim Romawi. Namun, terkadang isinya hanya bersifat pribadi, seperti pemberitahuan kelahiran, pernikahan, kematian, bahkan sekadar gosip.
Kisah harian ini dinamakan Acta Diurna, juga disebut Acta Populi, Acta Publica, atau hanya Acta atau cukup Diurna.
Istilah dalam bahasa Latin ini, diterjemahkan sebagai catatan publik harian atau lembaran berita harian. Secara etimologis, kata jurnalistik berasal dari frasa Acta Diurna ini, diserap ke dalam bahasa Prancis menjadi “Du Jour”, dan bahasa Inggris, “Journal”, yang berarti catatan harian atau laporan harian (kumpuran.com dan wikipedia.org).
Sejarah juga mencatat praktik jurnalistik sudah ada di China, sejak tahun 911 M. Kala itu, muncul koran cetak bernama Tching-pao, yang berarti “Kabar dari Istana”.
Pada tahun 1351, Kaisar Quang Soo, kemudian mengedarkan surat kabar ini agar dapat dibaca secara luas oleh rakyat di negeri tirai bambu tersebut. Disebutkan bahwa surat kabar ini terbit berkala, seminggu sekali. Jadi, media-media cetak (koran, tabloid, majalah, dll) yang terbit berkala (harian, mingguan, bulanan), sudah dikenal sejak zaman baheula.