Dari perpisahan itu saya kehilangan kontak dengan ust. Hizbullah, 1 tahun kemudian saya mendapat kabar dari seorang sahabat yang kebutulan sama-sama tinggal di ruko talasalapang melalui media sosial (Facebook) dan menanyakan padanya apakah ia tahu dimana sekarang keberadaannya Akhuna Hizbullah, kemudian teman itu menjawab akhuna Hizbullah sedang berada di Republik Islam Pakistan (Islam Jumhuriyah-yi Pakistan (Urdu) Islamic Republic of Pakistan (Inggris) Negeri dengan semboyan : ایمان، اتحاد، نظم (Imin, Ittiḥad, Naẓm) (“Iman, Persatuan, Disiplin”). Melanjutkan pendidikan disana. Lalu, saya menanyakan kembali apakah ia tahu nomor kontaknya akhuna Hizbullah? Teman itu menjawab iya tahu, dan teman itu mengusulkan pada saya untuk buat grup alumni Talasalapang biar bisa silaturrahmi digrup tersebut. Ba’da obrolan saya dengan teman tersebut di Facebook saya langsung berinisiatif buat grup WA dengan nama grup “Alumni Talasalapang”
Alumni Talasalapang merupakan kami sekumpulang mahasiswa yang pernah tinggal sama-sama disebuah ruko yang beralamat di Jln. Talasalapang sebagaimana saya jelaskan sebelumnya diatas. di balik dinding-dinding ruko yang menjadi saksi bisu kebersamaan kami, terdapat kisah unik dari kami yang menamakan ukhuwa kami dengan nama “ALUMNI TALASALAPANG” sebuah grup WhatsApp saya buat dengan tujuan untuk menyatukan hati kami dalam cinta dan ukhuwa. Dalam perjalanan kebersamaan kami terdapat salah satu kisah paling menggelitik yang sampai hari ini secara pribadi tidak akan dapat terhapus dalam sejarah kehidupan saya bersama teman-teman saat itu. kisah tersebut terjadi saat perjalanan kami pulang dari masjid setelah melaksanakan sholat Dhuhur. Jarak tempu yang menghubungkan masjid dengan ruko tempat kami tinggal dan bermarkas sebenarnya tidak terlalu jauh, kurang lebih 500 meter, namun kebiasaan kami adalah hampir tidak pernah berjalan sendiri-sendiri hal ini menciptakan momen-momen kebersamaan yang tidak terlupakan.
Pada suatu hari, di tengah perjalanan pulang, kami melewati jalanan yang terdapat rawa-rawa yang dipenuhi oleh kangkung, sayuran yang tumbuh liar di sekitar rawa. Seakan terpancing oleh kelezatan kangkung yang segar, seorang teman dari kami dengan penuh semangat masuk ke dalam rawa-rawa untuk memetik sayuran tersebut. Niatnya adalah untuk dijadikan bahan makan siang kami di ruko.
Namun, kelucuan terjadi ketika seorang warga yang kebetulan melintas bertanya dengan heran, “Untuk apa itu kangkung?” Tanpa ragu, teman kami ini yang tengah asyik memetik langsung menjawab dengan spontanitas yang luar biasa, “Ini buat kasi makan kelinci di rumah pak.” Jawaban itu seketika memicu tawa di antara kami, karena keputusan teman kami untuk memanfaatkan kangkung untuk makanan kelinci begitu kocak dan tidak terduga.