NusantaraInsight, Washington DC — Presiden ke-47 Amerika Serikat, Donald Trump, usai dilantik Senin (20/1/2025) siang waktu Amerika atau lewat sedikit tengah malam waktu Indonesia Tengah (21/1/2025) menyampaikan pidato pertama, setelah memenangkan kontestasi pemilihan presiden dengan 312 suara elektoral, mengalahkan Kemala Harris dari Partai Demokrat yang meraih 226 suara elektoral.
Dia menjadi satu-satunya presiden Amerika Serikat yang masih berstatus terpidana pada saat maju sebagai kandidat dan hingga terpilih sebagai presiden. Namun, hukuman itu oleh Mahkamah Agung tidak perlu dijalani oleh Donald Trump.
Dalam pidatonya yang berlangsung sekitar 30 menit tanpa teks itu, Trump menyebutkan, selama setiap hari pemerintahannya, dia akan, dengan sangat sederhana, mengutamakan Amerika. Kedaulatan AS akan direbut kembali. Keamanan akan dipulihkan.
Timbangan keadilan akan diseimbangkan kembali. Senjata yang kejam, penuh kekerasan, dan tidak adil dari Departemen Kehakiman dan pemerintah kita akan berakhir.
Bagian pidato Trump ini bisa bermata dua, yakni secara domestik dan internasional. Secara domestik Amerika selalu dirundung kebebasan kepemilikan senjata secara pribadi, sehingga menimbulkan banyak kasus kriminal yakni terjadinya penembakan di berbagai pelosok negara adikuasa itu.
Terbaru, pada tanggal 14 Desember 2024, seorang remaja laki-laki berusia 16 tahun, ditangkap oleh kepolisian Amerika Serikat atas dugaan empat pembunuhan terhadap empat anggota keluarganya. Dia ditangkap setelah menghubungi otoritas berwenang di negara Bagian New Mexico untuk mengakui perbuatan. Polisi yang tiba di lokasi menemukan remaja itu berjalan keluar sembari mengangkat tangannya dan dalam keadaan mabuk.
“Di dalam rumah, para deputi sheriff menemukan empat jenazah korban dengan bekas luka tembak pada tubuh mereka,” tulis AFP yang dilansir detiknews (16/12/2024).
Akankah di bawah kepemimpinannya, Trump mampu mengatasi dampak kepemilikan senjata pribadi yang berbuntut pada tindakan kriminal domestik tersebut, masih menjadi pertanyaan. Hal ini disebabkan kasus kriminal karena aksi penembakan yang terjadi di berbagai pelosok negara tersebut justru berlangsung dari waktu ke waktu. Bahkan dia sendiri selama kampanye presiden lalu dua kali mengalami percobaan pembunuhan.
“Perjalanan untuk merebut kembali republik kita bukanlah perjalanan yang mudah, sejauh yang dapat saya katakan. Mereka yang ingin menghentikan perjuangan kita telah mencoba untuk mengambil kebebasan saya, dan bahkan untuk mengambil nyawa saya. Hanya beberapa bulan yang lalu, di ladang Pennsylvania yang indah, peluru seorang pembunuh menembus telinga saya,” kata Trump mengenang kisah kelam itu dan ketika tampil dalam kampanye pascapenembakan masih terlihat perban menutup bagian telinga kanannya.