NusantaraInsight, Makassar — “/Pada ketiak daun lontara/kubangun masjid untuk lebah/dan lebah-lebah berzikir beterbangan/karena tak ada hari selain Jumat/.
/Zikir lebah zikir puisi/awan mekar meniru mawar/memutikkan ramahnya cinta/Akar pohonan minum di mangkok fitrah/.
/Sungai-sungai ikut mengaji/dengan hati-hati mengasuh kerikil/Alangkah halus sutra sanubari/untuk dianyam, jadi pakaian pada Idul Fitri/
/Aule, ini perahu daun ilalang/aku naik sampan salawat/mencari badik-badik di ubun buih/Aule, darahku bergetar/menembus jantung kabut Selayar/”.
Puisi berjudul “Mencari Bisik” –Untuk Mappinawang — yang ditulis penyair nasional D.Zawawi Imron ini menjadi “Hikmah Pengantar”, menandai keunikan halaman-halaman (depan) Romawi, buku “Mengenang Jejak Mappinawang, Santri Pejuang HAM dan Demokrasi” yang diluncurkan di Gedung IMMIM Makassar, Kamis (8/5/2025) bertepatan dengan 100 hari kepergian pendekar hukum Sulawesi Selatan itu ( 28 Januari 2025 di Malino).
Selain “Hikmah Pengantar” penyair yang kini Pengasuh Pondok Pesantren Miftahul Ulum, Sumenep Madura tersebut, pada halaman berikutnya terdapat Pengantar Bambang Widjoyanto, Ketua Yayasan Lembaga Bantuan Hukum Indonesia (YLBHI) 1995-2000, Aktivis, dan Komisioner Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) 2011-2015 dengan judul “Dari Makassar dan Papua, Mampir ke Jakarta lalu ke Den Haag”.
Tiga penyunting, Armin Mustamin Toputiri,Baharuddin Moenta, dan Wahyuddin Kessa, memberi judul pengantar mereka “Dari Batangmata Sapo Berakhir di Malino”. Pada halaman terakhir angka Romawi terdapat “Riwayat Singkat Mappinawang Santri Pejuang HAM dan Demokrasi” menyita 6 sepertiga halaman buku.
Buku ini dibagi ke dalam lima bagian yang memuat total 78 tulisan.
Tulisan-tulisan ini sebagian besar merupakan hasil wawancara penyunting dengan para narasumber. Selebihnya, tulisan langsung dari para penulis yang tentu saja tetap melewati laptop penyunting untuk menghasilkan tulisan yang dirangkum berjudul “Jejak dan Kenangan Keluarga dan Sahabat”.
Bagian pertama buku ini berlabel “Persaksian Keluarga berisi tiga tulisan. Tulisan pertama diisi Alimuddin Baso, alumnus Pesantren IMMIM yang juga adik sepupu Mappinawang, dengan judul yang penuh “sendu”, “Daengku Mappi, Jejaknya Tersimpan di Batin saya”. Judul ini lebih efektif jika berbunyi “Daeng Mappi, Jejakmu Tersimpan di Batinku”.
Lenawati, istri Mappinawang, mengisi tulisan kedua bagian keluarga ini dengan judul “Suami Penyayang, Sangat Perhatian pada Keluarga”. Tulisan putri bungsu Mappinawang, Nur Aviyah, berjudul ” Orang Tua Serba Bisa” mengakhiri bagian pertama ini.