_By Rahman Rumaday
(Dewan Pembina Forum Janda Inspiratif)_
“Orang yang berusaha memenuhi kebutuhan janda dan orang miskin, pahalanya seperti mujahid fi sabilillah atau seperti orang yang rajin puasa di siang hari dan rajin tahajud di malam hari.” ~ Hadits
NusantaraInsight, Makassar — Setiap tanggal 23 Juni, dunia memperingati Hari Janda Internasional sebuah momentum kemanusiaan yang mengajak kita membuka mata, hati, dan pikiran terhadap realitas sosial yang kerap tersembunyi di balik label dan stigma. Dalam pandangan kami sebagai Dewan Pembina Forum Janda Inspiratif (FORJI), “Janda bukanlah pilihan. Tidak ada seorang perempuan pun yang menikah dengan niat dan harapan untuk menjadi janda.” Maka, patut kita renungkan yakni bagaimana bisa sebuah keadaan yang lahir dari kehilangan, perpisahan, atau takdir kehidupan justru menjadi bahan cibiran dan diskriminasi?
Dalam masyarakat yang masih sarat dengan penilaian superfisial, kata “janda” kerap disalahpahami. Ia seolah identik dengan kelemahan, ketergantungan, bahkan dianggap ancaman bagi rumah tangga orang lain. Padahal, di balik status itu sering kali tersembunyi kekuatan luar biasa yaitu ketegaran seorang ibu yang membesarkan anak sendirian, keberanian mengambil keputusan demi keselamatan diri, dan semangat hidup yang tak padam meski diterpa badai.
Kita lupa bahwa status bukanlah cerminan nilai seseorang. Seorang janda bukan sekadar “perempuan yang kehilangan suami,” tapi manusia seutuhnya yang punya hak untuk dihormati, didukung, dan diberdayakan. Ia bisa menjadi ibu, pekerja, pendidik, pemimpin komunitas, bahkan pelita bagi banyak kehidupan.
Menghapus stigma terhadap janda bukan hanya urusan sosial, melainkan panggilan moral. Ini soal keberadaban kita sebagai masyarakat. Masyarakat yang beradab adalah masyarakat yang tidak menghakimi seseorang dari statusnya, melainkan menghargainya dari perjuangan, integritas, dan kontribusinya.
Rasulullah SAW, mengajarkan penghormatan yang luhur terhadap janda. Dalam sebuah hadits disebutkan:
“Orang yang berusaha memenuhi kebutuhan janda dan orang miskin, pahalanya seperti mujahid fi sabilillah atau seperti orang yang rajin puasa di siang hari dan rajin tahajud di malam hari.”
(HR. Bukhari dan Muslim)
Hadits ini tidak hanya memberi penghargaan spiritual bagi para pembela kaum janda, tapi juga membuka mata kita akan kemuliaan posisi mereka dalam pandangan agama. Mereka bukan pihak yang harus dijauhi, tapi justru didekati dengan niat membantu dan memuliakan.
Forum Janda Inspiratif (FORJI) hadir sebagai ruang alternatif, bukan hanya untuk pendampingan psikososial, tetapi juga untuk membangun narasi baru, bahwa janda bisa menjadi teladan, bukan beban. Bahwa mereka bisa menjadi inspirasi, bukan simpati.