Riri Satria : Baca Puisi di Ruang Publik Terbuka Telah Membawa Karya Literasi Sastra kepada Masyarakat Luas

NusantaraInsight, Jakarta — Membaca puisi di ruang publik terbuka -walaupun tidak terlalu banyak atensi orang-tetapi setidaknya kita (baca :penyair-red) telah berhasil membawa karya literasi sastra kepada masyarakat luas.

“Baca puisi di ruang-ruang publik terbuka seperti yang telah dilakukan TISi di Tebet Eco Park, pelataran Museum Benyamin Sueb, serta plaza Museum Fatahillah Kota Tua dalam peringatan Hari RA.Kartini telah memasyarakatkan karya literasi sastra kepada masyarakat umum.Ini harus terus dilakukan dan dipertahankan ” pinta Riri Sastria, seorang pecinta puisi yang punya latar belakang bidang sains, teknologi, dan ekonomi yang juga dikenal sebagai seorang penyair telah menerbitkan 4 buku antologi puisi tunggal, dan 5 buku sastra esai.

Hal tersebut dikatakannya dalam wawancara khusus bersama kontributor Lasman Simanjuntak disela-sela acara pentas panggung perjuangan para penyair perempuan merah putih- dalam rangka memperingati Hari RA.Kartini -yang diselenggarakan oleh Taman Inspirasi Sastra Indonesia (TISI) dengan ketuanya Moctavianus Masheka (Bung Octa) di Tebet Eco Park, JLn.Tebet Barat Raya, Jakarta Selatan, Minggu sore (27/4/2025).

BACA JUGA:  Institut Seni Budaya Indonesia (ISBI) Sulsel Segera Diresmikan Tahun ini

“Daripada dibandingkan baca karya puisi dibuat oleh penyair , dibacakan, lalu dibahas juga oleh penyair , bahkan hanya ditonton para penyair saja.Oleh karena itu sebagai Ketua Jagat Sastra Milenia atau JSM saya sangat mendukung acara baca puisi perempuan merah putih di ruang publik terbuka Taman Tebet yang diselenggarakan TISI ini,” ujarnya.

Pada kesempatan tersebut-ia juga memberikan kata sambutan – Riri Satria mencoba menilai bagaimana baca puisi yang terbaik itu, apalagi di ruang-ruang publik yang terbuka bagi masyarakat umum seperti di Tebet Eco Park ini.

“Pertama, baca puisi, tetapi si pembaca puisi tersebut tidak tahu apa yang harus dibacakan dalam puisi tersebut.Asal teriak-teriak saja, enggak jelas baca apa sebetulnya.Peresapan terhadap nilai-nilai puisi tidak terjadi,” katanya.

Kedua, baca puisi dan si pembaca puisi tersebut telah paham isi puisi yang akan dibacakan maka terseraplah nilai-nilai dalam puisi tersebut.

“Namun, yang lebih mantap lagi adalah mereka yang baca puisi dan paham apa yang dibacakan, telah terserap nilai-nilai itu.Ini akan menjadi referensi prilaku.Misal baca puisi tentang RA Kartini, emansipasi, dan menghormati hak-hak perempuan, itu yang menjadi referensi prilaku.Orang yang baca itu mengerti, dan kalau itu penyair laki-laki, dia akan menghormati hak-hak perempuan, sedangkan kalau itu penyair perempuan dia akan mengetahui dan paham hak-haknya sebagai perempuan,” ucapnya.