NusantaraInsight, Makassar — Open house, dua kata itu sangat familiar menjelang lebaran. Walaupun Secara etimologi, istilah open house berasal dari bahasa Inggris, yang secara harfiah artinya membuka rumah.
Open house saat lebaran biasanya diperuntukkan bagi para pejabat atau tokoh publik yang membuka pintu rumahnya bagi masyarakat umum untuk datang berkunjung.
Di momen Lebaran 2025 kali ini, sejumlah gubernur, bupati dan wali kota secara resmi mengumumkan akan menggelar open house, baik itu diadakan di kediaman pribadi maupun di rumah jabatan. Namun ada juga pejabat publik yang pada tahun ini tidak menggelar open house dan lebih menganjurkan masyarakat untuk melakukan silaturahmi ke keluarga masing-masing.
Biasanya, usai libur lebaran, sejumlah instansi akan menutup perayaan lebaran dengan menggelar halalbihalal. Tapi apakah tahun ini, instansi dapat melakukan acara ini, berhubung himbauan Pemerintah pusat untuk melakukan efisiensi anggaran. Apakah sejumlah instansi yang rutin melakukan halalbihalal di hotel-hotel akan tetap melaksanakan ? Menarik untuk kita tunggu ? Siapa tahu kita ketiban untung mendapatkan undangan…
Agar tidak terlalu jauh berlalu, kita kembali ke open house yang pada intinya adalah silaturahmi. Dimana silaturahmi sendiri berasal dari dua kata dalam bahasa Arab: “silah” yang berarti hubungan, dan “rahim” yang berarti kasih sayang.
Dalam konteks agama Islam, silaturahmi mengacu pada menjaga hubungan kasih sayang dan persaudaraan dengan sesama manusia, terutama dengan keluarga dan kerabat, tentu ini yang ingin dicapai dalam open house jika tidak ingin berujar dalam hati Inna A’malu binniat (kembali kepada niat).
Entah kapan tradisi open house ini dimulai, tidak ditemukan catatan pasti untuk itu. Jika kita flashback di tahun 80 -an hingga 90-an utamanya di Sulawesi Selatan, kita lebih familiar dengan kata ziarah atau a’ssiara dan ma’siara (berkunjung).
Acap kali kita dengar, “Di mana Ki mau Ziarah?” atau “Mau ka A’ssiara di rumah Daeng…. (Mau berkunjung ke rumah daeng….).
Tapi tentu kita lebih familiar lagi dengan kalimat, “Tante..Ziarah !” yang menggema pasca shalat Idul Fitri dengan maksud untuk bertamu dan biasanya dikumandangkan oleh sekelompok anak-anak.
Kumpulan anak-anak yang biasanya terdiri dari 5 hingga 6 orang itu dipimpin oleh komandan regu (Danru) yang menyasar rumah-rumah yang berpotensi memberikan ampao “uang baru” yang jika suatu ketika para kelompok-kelompok ini bertemu mereka akan saling memamerkan pendapatannya.
Mereka bertemu bukan hanya bertujuan saling pamer akan tetapi juga sharing informasi tentang target operasi (TO) yang memberikan ampao lebih besar.
“Di mana rumah tempat mu ziarah?,”
“Di situ, di blok 7, rumah warna putih pagar tinggi coklat. Terus ko dulu toh, dapat ko pos ronda, belok kiri ma ko, rumah kedua dari sudut,” terangnya sembari menggambar di atas jalan untuk memetakan TO yang akan jadi sasaran tempur.
Mendapatkan rencana serangan dari regu tempur “Tante.. Ziarah” tuan rumah tak kehabisan akal untuk menolak.
Lazimnya mereka menggunakan password “Patah Kunci” untuk menolak secara halus para pemburu ampao uang baru.
“Tante…Ziarah ?” pinta Danru
“Patah Kunci, nak,” jawab orang dalam rumah.
Seperti maklum, para pemburu ampao uang baru, langsung bergegas pergi jika mendengar kalimat itu.
Kata Patah Kunci menunjukkan adab yang tinggi untuk menolak secara halus para anak-anak yang ingin mencari ampao. Bukan untuk menolak, namun kadang para regu pengejar ampao uang baru tak melihat situasi dan kondisi tuan rumah yang sementara bersilaturahmi dengan keluarga dan tetangga.
Di era saat ini, nyaris kata Patah Kunci sudah tidak didengar lagi. Mungkin karena saat ini era keterbukaan sudah menjadi kebiasaan, sehingga tak perlu bahasa halus untuk menolak tamu.
Penolakan secara langsung sudah biasa dalam “mengusir” para pemburu ampao uang baru ini. Dan kata Patah Kunci sudah tidak terdengar lagi.
Ternyata saya juga rindu dengan mengeluarkan kata Patah Kunci setelah mendengar anak-anak berteriak dari luar rumah “Tante.. Ziarah!”. Tapi mungkin mereka akan saling berpandangan keheranan jika saya berkata Patah Kunci. Dalam hatinya pasti berkata, “apa hubungannya dengan patah kunci dengan ziarah.”
Akhir kata saya ucapkan “Minal Aidin Wal Faidzin, Mohon Maaf Lahir dan Batin, Selamat Hari Raya Idul Fitri 1446 H.
Oleh: Arwan D. Awing (Redaksi NusantaraInsight)