Rahman Rumaday, Tanpa Jejak

NusantaraInsight, Makassar — Dalam setiap langkahnya, Rahman Rumaday menapaki jalan pengabdian dengan semangat yang tak pernah padam. Lahir di Sera, Kecamatan Pulau Gorom, Kabupaten Seram Bagian Timur, Provinsi Maluku, pada 4 Agustus 1986, Akta Kelahiran, KTP, dan KK diterbitkan di Makassar. Artinya bahwa ia pertama kali memiliki Akta lahir, KTP, dan KK di Makassar dan sampai sekarang domisili di Makassar.

Ia telah menjadikan hidupnya sebagai persembahan bagi kebaikan dan kebermanfaatan. Prinsip hidupnya begitu kuat, bekerja untuk kebaikan adalah “budaya” berkorban adalah “naluri” dan keberanian adalah “fitrah” Dengan moto yang menjadi nyala obor dalam perjalanannya, ia selalu mengingat bahwa kerja yang ia lakukan bukan untuk uang atau pujian, tetapi sebagai rangkaian pengabdian yang membuat Rasulullah tersenyum.

_”Kita tidak sedang bekerja mencari uang/pujian dari orang tetapi kita sedang bekerja melalui rangkaian pengabdian dengan daya dan kreatifitas kita untuk membuat Rasulullah tersenyum.”_

Dia merupakan seorang pegiat sosial yang tak kenal lelah dalam menyebarkan semangat berbagi. Ia percaya bahwa berbagi adalah kebahagiaan sejati, sebagaimana ia tegaskan dalam taglinenya: “Berbagi itu asyik dan menyenangkan” (#BerbagiItuCinta). Keyakinannya mendalam bahwa tidak perlu menunggu kaya atau mampu untuk menolong sesama. Setiap orang dapat berbagi sesuai dengan potensi dan kemampuannya. Bagi dia, kebahagiaan sejati terletak pada memberi, bukan menerima. Sebab, Allah tidak menilai seberapa banyak yang diberikan, tetapi seberapa besar keikhlasan yang menyertai pemberian tersebut.

BACA JUGA:  HIDUP DALAM NOTIFIKASI

_“Yang tertanam dalam jiwa dan pikiran saya bahwa tidak perlu menunggu sampai mampu untuk membantu orang lain. Kita bisa membantu orang lain, siapa saja, sesuai potensi dan kemampuan yang kita miliki. Semangat berbagi ini, tak lain tujuannya agar mereka bisa mencecap kebahagiaan hidup. Betapa bahagianya bila bisa menyenangkan orang lain.”_

_“Allah tidak melihat seberapa banyak kita membantu orang lain. Allah hanya melihat seberapa besar keihklasan kita dalam membantu karena keikhlasan itulah yang akan menentukan hasilnya lebih besar daripada nilai yang dibantu.”_

Dalam dunia literasi, pria yang akrab disapa Bang Maman itu menggerakkan “Gerakan Literasi” dengan tekad : _”Menularkan segenap kemampuan dan kreativitas yang dimiliki untuk menghadirkan manfaat yang seluas-luasnya di muka bumi.”~ Rahman Rumaday_

Baginya gerakan literasi bukan sekadar mengajak orang pada aktivitas membaca dan menulis atau membebaskan orang dari gelapnya pengetahuan, tetapi sebuah panggilan jiwa yang lahir dari kesadaran terdalam. “Gerakan dari hati” berarti berbuat tanpa pamrih, seperti lilin yang rela meleleh demi menerangi sekitar. Ia tahu bahwa literasi bukan tentang sanjungan atau jumlah tepuk tangan, sebab mengharapkan seribu tepuk tangan bisa menjadi jebakan ego, dan ketiadaan satu tepuk tangan pun tak boleh melemahkan langkah. “Jangan pernah perharap 1000 tepuk tangan untuk mu karena sangat bebahaya jika kamu tidak mendapatkan 1 tepuk tangan” Katanya. Bahkan dalam sunyi sekalipun, gerakan ini tetap harus berjalan, sebab literasi bukan untuk kemegahan pribadi, melainkan cahaya yang menembus gelapnya ketidaktahuan. “Harus rela menjadi gelap disiang hari, cahaya dimalam hari.” Ungkap pria penulis buku “Maharku Pedang dan Kain Kafan” itu