Catatan Pinggir Wisuda Unpacti: Akhir Manis Sebuah Perjuangan, Berangkat dari Cibiran

Oleh Abdul Kadir Keliobas

Alhamdulillah, segala puji bagi Allah yang menguasai langit dan bumi. Salawat serta salam semoga senantiasa tercurah kepada Nabi Muhammad SAW, panglima dan suri teladan umat.

NusantaraInsight, Makassar — Pada tanggal 12 Desember 2024, bertempat di Balai Prajurit TNI Jenderal M. Jusuf, Jalan Jenderal Sudirman, Makassar, perjalanan pendidikan saya yang penuh lika-liku akhirnya mencapai titik manis. Namun, perjalanan menuju momen ini tidaklah mudah.

*Awal Perjalanan: Keputusan Besar di Usia Dini*

Ketika masih berusia 12 tahun, tepat setelah ujian akhir SD, sepupu saya, Bahtiar Rumakuway, datang dari Fakfak, Papua Barat liburan di kampung. Dengan keyakinan besar, ia mengajak saya meninggalkan kampung halaman di Sera Manawoku Maluku untuk melanjutkan pendidikan di Fakfak. Orang tua saya sempat keberatan karena usia saya yang masih kecil, dan hasil kelulusan pun belum diumumkan. Namun, demi masa depan, mereka akhirnya dengan berat hati melepaskan saya.

Berbekal doa dan pakaian secukupnya, saya dan Kak Bahtiar berangkat. Tangis keluarga mengiringi kepergian kami, seolah memahami bahwa langkah ini adalah awal dari perjalanan besar. Saat kapal meninggalkan pelabuhan, Kak Bahtiar menggenggam tangan saya, memberi semangat, meski hati kecil saya mulai merasa rindu kampung halaman.

BACA JUGA:  Kepala BBGP Sulsel Buka Refleksi Pendampingan FSP di Bulukumba

*Tantangan di Tanah Perantauan*

Setibanya di Fakfak, tantangan pertama muncul: mencari sekolah. Lalu Kak Bahtiar mengajak saya bertemu dengan Abang Rahman Rumaday yang lebih duluan tinggal di Fakfak sejak duduk di bangku kelas 1 SMP daripada Kak Bahtiar untuk bantu carikan solusi saat itu abang Rahman Rumaday masih di bangku kelas 2 MAN Fakfak lalu ketemulah kami dengan dia pas ketemu Kak Bahtiar pun menyampaikan perihal saya daftar daftar sekolah, langsung Abang Rahman bilang sama kami “Nanti saya yang antar Abdul Kadir daftar di MTsN fakfak kebetulan saya akrab dengan wakil kepala sekolahnya dan beberapa guru disana,” kata abang Rahman pada kami.

Besoknya Abang Rahman antar saya ketemu wakil kepala Sekolah MTsN Fakfak untuk daftar sekolah sekaligus abang Rahman minta izin sama wakil kepala sekolah tersebut untuk tinggal bersama dia di Masjid yang kebetulan wakil kepala sekolah itu jadi ketua pengurus Masjid tempat Abang Rahman tinggal Masjid tersebut tidak jauh dari sekolah. “Saya di terima sekolah di MTsN Fakfak dan di Izinkan tinggal bersama Abang Rahman di Masjid”

BACA JUGA:  PPL di Polsek Manggala, Mahasiswa FSH UIN Alauddin Makassar Ikut Penyuluhan Bahaya Narkoba

Sejak hari itu, dia seperti orang tua bagi saya. Ia menampung beberapa anak dari kampung yang juga bersekolah di Fakfak, membimbing kami dengan ketegasan namun penuh kasih. Meski masih SMA, ia sudah berperan seperti pemimpin pikirannya sudah dewasa melampui usianya, ia dikenal baik oleh guru-guru di sekolah bahkan tokoh-tokoh agama dan organisasi di Fakfak kenal baik sama dia mungkin karena aktif di kegiatan keagamaan dan sejumlah organisasi pelajar dan pemuda, kadang ia menyiapkan makanan, bahkan menemani kami belajar hingga larut malam Saat kami belajar, dia duduk menjaga di depan pintu dengan kayu rotan di tangannya, memastikan kami tidak bermain-main.