Oleh: Musakkir Basir (Founder Rumah Buku)
NusantaraInsight, Bulukumba — Ajakan menulis ini adalah usaha untuk mengkampanyekan gerakan Seni di Indonesia. Menjadi medium alternatif dalam menjangkau segala ketidaklogisan yang baru-baru ini terjadi pada Yos Suprapto.
Takut Lukisan
Pameran tunggal dari pelukis Yos Suprapto dibatalkan oleh Galeri Nasional. Pameran yang bertema Kebangkitan: Tanah Untuk Kedaulatan Pangan ini rencananya akan menampilkan 30 lukisan.
Namun, menjelang pembukaan kurator yang ditunjuk untuk pameran ini, Suwarno Wisetrotomo meminta pelukis Yos Suprapto untuk menurunkan lima lukisan.
Yos menolak permintaan itu karena menurutnya lima lukisan itu sangat berkaitan dengan tema pamerannya.
Walaupun demikian, ia setuju untuk membungkus dua lukisan dengan kain hitam. Pihak kurator dan Galeri Nasional tidak setuju. Mereka mematikan lampu ruang pameran dan mengunci pintu.
Yos sendiri akhirnya memutuskan untuk membatalkan pameran. Ia bersiap untuk membawa pulang lukisan-lukisannya balik ke Yogyakarta, tempat ia berdomisili.
Memang ada proses yang aneh dalam proses ini. Seminim pengetahuan saya tentang seni, pihak kurator seharusnya menjadi pihak yang memilih lukisan, meletakkannya dalam konteks, dan memberi warna seluruh pameran. Setahu saya, seorang kurator adalah orang yang paling tahu tentang pelukis dan lukisannya.
Jadi aneh ketika seorang kurator meminta pelukisnya menurunkan lukisannya menjelang pameran.
Sangat mungkin bahwa kurator sendiri mengalami tekanan untuk menurunkan lukisan itu. Pameran ini seharusnya dibuka oleh Menteri Kebudayaan. Tentu saja dia batal datang dan tidak bisa dipersalahkan karena pemberedelan ini. Kan bukan dia yang melarang.
Jelas ada aroma politik yang kuat di sini. Lukisan-lukisan yang dibredel adalah lukisan yang ada gambar menyerupai Mulyono.
Sodara, pemerintah baru yang mengklaim meneruskan pemerintahan Mulyono ini, belum genap 100 hari berkuasa. Dan dalam waktu yang singkat ini sudah menampilkan watak yang sangat tidak toleran terhadap kebebasan berekspresi.
Mungkin banyak dari antara Sodara yang merasa bahwa kita sedang baik-baik saja. Bahwa kita harus memberangus ekspresi yang kita pandang memecah belah demi persatuan. Bahwa kita tidak perlu berhenti berdebat kiri kanan dan terus bekerja. Dan seterusnya, dan seterusnya.
Berharap Seni di Indonesia tidak terpenjara pada satu tafsiran tunggal. Mari kita ledakkan Seni di Indonesia untuk satu kemajuan yang merdeka.
Bagi kami di Rumah Buku, ajakan menulis ini adalah membuka ruang untuk kita berekspresi dan membentuk satu cetakan untuk menjangkau segala rupa. Semoga projek Gelar Zine ini memberi ruang pada siapa saja untuk menyampaikan perspektif masing-masing dari setiap fenomena sosial.