Video Profil Tradisi Pinisi: Dari Edukasi ke Promosi Budaya dan Pariwisata

Secara visual, kapal Pinisi dengan dua tiang layar besar di bagian depan dan belakang, serta tujuh layar yang mengembang, akan terlihat gagah ketika berlayar dengan ombak yang memecah di bagian lambungnya. Namun, sebelum itu, kapal Pinisi menjalani serangkaian prosesi yang kental dengan tradisi, filosofi, dan budaya masyarakat setempat.

Upacara dan ritual adat bahkan sudah dilakukan sejak penanaman pohon bitti, yakni pohon kayu yang dipakai sebagai bahan baku pembuatan kapal. Selain itu, ada pula ritual songkabala (tanda dimulainya pembuatan kapal, untuk meminta restu alam semesta), annyorong lopi (peluncuran kapal), appasili (doa untuk keselamatan berlayar) ammossi (upacara pemberian pusat pada lunas), dan upacara maccera lopi (menyucikan kapal).

Tidak heran bila Bulukumba dijuluki sebagai “Butta Panrita Lopi” atau “Bumi Panrita Lopi”, yang berarti negeri atau tanah para ahli pembuat perahu. Julukan ini tentu saja disematkan atas kepiawaian masyarakat di sana dalam hal pembuatan kapal Pinisi.

Julukan ini selaras dengan motto atau slogan Kabupaten Bulukumba, yakni “Bulukumba Berlayar”. Sebuah slogan yang menunjukkan karakter geografis, sosio-kultural dan spirit yang berakar pada sejarah dan pengakuan terhadap daerah ini sebagai tempat muasal pembuatan kapal Pinisi yang legendaris itu.

BACA JUGA:  Menulis Mingguan: Pembredelan Seni

Kapal Pinisi telah membuktikan ketangguhannya dalam pelayaran “Pinisi Nusantara” ke Vancouver, Kanada, sejauh 11.000 mil. Pelayaran pada tahun 1986 itu, salah satunya untuk promosi budaya Indonesia. Pelayaran kapal Pinisi “Amanna Gappa” ke Madagaskar, yang dilepas dari Pantai Losari, Makassar, tepat pada 17 Agustus 1991, sebagai pelayaran napak tilas, juga membuktikan betapa Pinisi digdaya di lautan luas.

Video profil tentu menggunakan bahasa gambar yang padat dan efisien. Meminjam ungkapan populer, “one picture is worth a thousand words”, maka lewat ide yang kompleks dapat ditampilkan dalam gambar yang lebih berbicara.

Ungkapan satu gambar bermakna seribu kata ini pertama kali muncul dalam artikel tahun 1911, dengan mengutip surat kabar Tess Flanders yang membahas jurnalisme dan publisitas.

Ungkapan ini juga tepat disematkan pada video profil karya Andi Arung Mattugengkeng, yang dibahas dalam buku ini. Karena bukan hanya membahas soal teknis tapi juga kaya informasi dan sudut pandang dari para pelaku (praktisi) dan budayawan. Video profilnya bercerita, punya muatan pesan nilai, menggambarkan budaya dan filosofi hidup masyarakat Bulukumba.

BACA JUGA:  Catatan Dibuang Sayang: Saya: "No Smoking..."

Lewat video profil pembuatan kapal Pinisi di Desa Tana Beru, Kecamatan Bontobahari, ini potret warga dengan dinamika aktivitas pembuatan kapal tergambarkan.

br
br