SAJADAH UKHUWAH

Jam berapa antum ke bandara?” tanyanya penuh perhatian. penerbangan jam 16.00, jawab saya, namun ingin berangkat lebih awal untuk menghindari kemacetan. Dengan sikap tegas namun penuh kebaikan, ia mengusulkan untuk singgah di warkop, menikmati secangkir kopi pagi, dan berbincang untuk merayakan pertemuan yang tak terduga ini. “Kita cari warkop dulu, ngopi sambil ngobrol melepas rindu. Setelah itu, kita singgah di pesantren, bertemu dengan anak-anak dari Maluku yang sedang mondok di pesantren kami. Saya akan kawal antum sampai di bandara,” katanya dengan tekad yang menghangatkan hati. Pada hari itu, lebih dari sekadar sebuah perjalanan pulang, kami merayakan ukhuwah yang kembali terjalin dalam canda, tawa, dan cerita yang menjadi bagian dari kisah kami sewaktu di Makassar termasuk cerita tentang kisah kangkung rawa-rawa.

Masya Allah… kagum bercampur haru dalam hati ini-kah yang sebut dengan “nikmat ukhuwah”?? Bahwa perjalanan kehidupan yang penuh liku yang melintasi beragam warna-warni, terpapar sebuah keindahan hakiki yang disebut dengan nikmat ukhuwah. Rasulullah Muhammad SAW. Sang utusan langit “Innama buistu liutammima makarimal akhlak” (“Sesungguhnya aku diutus hanya untuk menyempurnakan akhlak yang mulia.”) dan di utus oleh Allah SWT. Bahwa : “Sesungguhnya telah ada pada (diri) Rasulullah itu suri teladan yang baik bagimu (yaitu) bagi orang yang mengharap (rahmat) Allah dan (kedatangan) hari kiamat dan dia banyak menyebut Allah.” (Al Ahzab ayat 21). Rasulullah SAW. memberikan petunjuk yang memancar cahaya sebagaimana terdapat dalam haditsnya yang diriwayatkan oleh Imam Muslim, “Seorang muslim adalah saudara bagi muslim yang lain; tidak boleh ia menzhaliminya, tidak boleh menyerahkannya kepada musuh, dan tidak boleh mengabaikannya tanpa hak. Barang siapa menolong saudaranya, Allah akan menolongnya; barang siapa yang membebaskan seorang muslim dari kesulitan dunia, Allah akan membebaskannya dari kesulitan di hari kiamat.” Hadits ini menjadi pijakan indah yang menggambarkan bahwa kebersamaan dalam ukhuwah bukan hanya sebuah kebahagiaan di dunia, namun juga investasi terbesar untuk kehidupan akhirat. Ukhuwah sejati, yang terpatri dalam hati dan tindakan, adalah nikmat terindah yang mempersatukan dalam kasih, saling bantu-membantu, dan mengukir jejak cinta yang abadi di bumi yang sementara ini.

BACA JUGA:  Diversifikasi Ekonomi Sulsel dari Sektor Non-Tambang

Sementara matahari mulai melibas langit-langit ibu kota negara, kehangatan mentari menyapu bumi, jarum jam di tangan saya menunjukkan Pukul 10.30, mengingatkan untuk segerah menuju bandara saya memutuskan untuk berpamitan kepada anak-anak di Pondok Pesantren Al Hayah sebelum melangkah menuju bandara.
Bersama Ust Hizbullah, sahabat dalam ukhuwah, ia menemani perjalanan dengan sedan hitam yang menjadi saksi perjalanan kami. Sesuai janji Ust Hizbullah, ia berkomitmen untuk mengantar saya hingga ke bandara. Di tengah perjalanan, sedan hitam itu menjadi saksi bisu akan cerita-cerita perpisahan yang menggetarkan hati.
Tepat pukul 12.20, kami tiba di depan terminal 3 Bandara Internasional Soekarno-Hatta, Citilink Indonesia. Tetapi, Ust Hizbullah tidak mengurangi kecepatan mobil, justru melanjutkan perjalanan. “Kemana, Ust?” tanya saya penuh keheranan. “Santai saja antum, kita ke gedung parkir bandara parkir mobil dulu. Setelah itu, kita cari restoran di dalam gedung terminal untuk makan siang sebelum antum masuk ke ruang tunggu,” jawab Ust Hizbullah dengan tenang.
Ternyata, cerita perjalanan belum berakhir. Gedung parkir bandara menjadi saksi bagi pertemuan kami dengan aroma ukhuwah yang begitu kuat menembus dada penuh kagum. Dalam atmosfer yang penuh antusiasme, kami menikmati hidangan makan siang sambil berbagi cerita dan tawa. Kejutan demi kejutan masih menanti di tiap sudut perjalanan kami, menciptakan cerita yang lebih dari sekadar perpisahan. Dengan senyum, Ust Hizbullah merangkul detik-detik terakhir di bandara, menjadi bagian tak terlupakan dari petualangan yang begitu berwarna dalam cakrawala perjalanan hidup. Terima kasih ust atas pelayanan yang luar ucap saya padanya. Ah! ini tidak seberapa, antum kabari saya kalau kesini lagi ujarnya lalu kami pun berpamitan saya berjalan menuju ruang tunggu lantai 2 sahabat saya ust Hizbullah berjalan menuju gedung parkir