– Ribut-Ribut Menulis Ulang Sejarah Indonesia dan Kasus Buku Sejarah di Amerika Serikat
Oleh Denny JA
NusantaraInsight, Jakarta — Pada suatu pagi yang tenang, ketika saya mendengar wacana menulis ulang sejarah resmi bangsa, benak saya langsung melayang ke satu buku yang mengguncang lanskap pendidikan Amerika.
Judul buku itu:
“Lies My Teacher Told Me: Everything Your American History Textbook Got Wrong”, karya James W. Loewen, pertama kali terbit tahun 1995.
Saya ingin mengulasnya di sini, bukan untuk menghakimi, melainkan untuk memperkaya diskusi. Karena sejarah, pada hakikatnya, adalah cermin bangsa.
Dan ketika cermin itu tidak memantulkan realitas yang sebenarnya, ketika ia dipoles terlalu mengkilap, yang tampak bukan wajah kita yang sejati, tetapi ilusi tentang apa yang kita harapkan.
James W. Loewen adalah seorang sejarawan dan sosiolog yang mengabdikan hidupnya untuk membongkar kebohongan sistemik dalam pendidikan sejarah Amerika.
Ia lahir dari rahim Amerika Selatan yang bergolak oleh segregasi rasial, dan selama bertahun-tahun mengajar di universitas kulit hitam.
Pengalamannya menyaksikan bagaimana sejarah yang diajarkan di sekolah-sekolah begitu berbeda dari realitas yang dialami murid-muridnya, menjadi dorongan utama lahirnya buku ini.
Dalam penelitiannya terhadap dua belas buku pelajaran sejarah paling populer di Amerika Serikat, Loewen menyimpulkan bahwa sejarah tidak lagi diajarkan sebagai refleksi kejujuran, melainkan sebagai perpanjangan dari proyek nasionalisme yang diidealkan.
Ia mendapati buku-buku tersebut lebih banyak menyajikan mitos daripada kenyataan, lebih banyak merayakan kemenangan daripada mengakui luka.
-000-
Gagasan pertama yang ia bongkar adalah bahwa sejarah telah menjadi proyek politik.
Dalam banyak buku pelajaran, tokoh-tokoh seperti Christopher Columbus, Thomas Jefferson, dan Abraham Lincoln disulap menjadi figur suci yang nyaris tak bercela.
Mereka bukan lagi manusia dengan dilema moral dan kelemahan, tetapi simbol yang dikemas sedemikian rupa untuk diteladani.
Columbus, misalnya, digambarkan hanya sebagai penemu benua Amerika, tanpa menyebutkan perannya dalam genosida terhadap penduduk asli.
Jefferson disebut penulis Deklarasi Kemerdekaan, namun diabaikan bahwa ia memiliki ratusan budak, termasuk hubungan eksploitatif dengan Sally Hemings.
Lincoln pun dipuja sebagai pembebas budak, tetapi minim disebut bahwa ia sebenarnya memiliki posisi ambivalen terhadap kesetaraan ras.
Loewen membongkar bagaimana narasi heroik ini tidak hanya menyederhanakan sejarah, tetapi menciptakan jarak antara generasi muda dan kenyataan kompleks bangsanya.