Oleh Aslam Katutu
NusantaraInsight, Makassar — Tanggal 18 Maret 2025 Israel kembali melanggar perjanjian gencatan senjata yang menjadi tonggak harapan tercapainya sebuah gencatan senjata dengan Hamas dan kelompok Houthi.
Dunia terlanjur menyambutnya dengan lega. Setelah berbulan-bulan pertumpahan darah di Gaza, setelah ratusan anak-anak meregang nyawa di bawah puing-puing rumah mereka, dan setelah rumah sakit kehabisan listrik serta obat-obatan, sejenak, dunia berharap akan kedamaian. Namun harapan itu dibungkam oleh dentuman bom. Israel kembali menyerang. Lagi-lagi Gaza menjadi ladang percobaan rudal. Padahal gencatan senjata belum mengering tintanya.
Baru-baru Amerika tiba-tiba mengumumkan gencatan senjata Israel dengan Iran, dan 5 jam setelah itu Israel kembali menyerang Iran. Masih pantaskan Israel dipercaya?
Kini dunia bertanya: Kapan Amerika menghukum Israel?
Amerika Serikat, yang selama ini mengklaim sebagai penjaga demokrasi, pilar hukum internasional, dan pemimpin dunia bebas, berdiri di persimpangan moral yang memalukan. Amerika begitu sigap menekan pihak-pihak lain yang dianggap melanggar hukum internasional.
Ketika Rusia menyerang Ukraina, sanksi ekonomi diluncurkan dalam hitungan hari. Ketika Iran meluncurkan rudal ke arah Israel, dunia segera menyaksikan peringatan dari Gedung Putih. Namun ketika Israel dengan terang-terangan melanggar gencatan senjata yang disepakati di hadapan mata dunia, tidak ada peringatan, tidak ada kecaman berarti, apalagi hukuman. Gaza tetap menderita Agresi Israel yang sangat biadab.
Mengapa diam?
Apakah karena yang dilanggar bukan kepentingan Amerika? Apakah karena yang terbunuh bukan warga Amerika? Apakah karena yang dilanggar adalah kesepakatan antara penjajah dan yang dijajah, dan Amerika masih menganggap Israel sebagai sekutu strategis yang tak bisa disentuh?
Ironisnya, Amerika justru sibuk mencoba menengahi gencatan senjata antara Israel dan Iran. Padahal, konflik dengan Iran adalah akibat langsung dari keagresifan Israel di kawasan, dari serangan udara ke Suriah, dari penghancuran infrastruktur sipil di Gaza, dari pembunuhan atas warga Palestina yang tak bersenjata. Alih-alih menegakkan keadilan, Amerika memilih menjadi penengah di konflik yang dipicu oleh pihak yang tak pernah mereka tegur: Israel!
Bukankah lebih masuk akal bagi Amerika untuk terlebih dahulu menghukum pihak yang mengkhianati kesepakatan damai? Jika benar Amerika ingin mencegah perang regional yang lebih luas, maka langkah pertama adalah menghentikan akar masalahnya, bukan menenangkan reaksi dari masalah itu. Dan dalam hal ini, akar masalahnya jelas: agresi Israel!