Momon, Tukang Catut Bioskop, dan Al Pacino

Penjaga pintu bioskop dengan penonton, kata Iwan Azis, kebanyakan sudah saling kenal. Sudah baku tau mi. Kadang penontonnya cuma pasepe (menyelipkan uang), yang sudah pasti di bawah harga karcis yang tertera.

Jadi boleh dikata, orang itu menyogok ke penjaga pintu. Nah. celakanya kalau ternyata karcis habis terjual. Artinya kursi full, pasti penonton ilegal itu dikeluarkan. Apalagi kalau didapat oleh petugas yang lakukan sidak. Ini terutama kalau filmnya merupakan film bagus dan lagi booming.

Disampaikan, dahulu ada kelas-kelas bioskop. Kalau bioskop yang banyak kutu busuk (saleang, dalam bahasa Makassar) itu di bioskop kelas 3.

Kalau nonton di bioskop kelas 3 ini, paha penonton kemungkinan akan bentol-bentol begitu selesai film diputar, lantaran digigit kutu busuk. Kursi kelas 3 ini, terbuat dari rotan, yang tak jarang kursinya sudah sobek hingga bolong.

Bioskop-bioskop di masa itu, ada yang punya balkon, kelas 1, kelas 2, dan diperuntukkan bagi kelas 3. Masing-masing punya pintu tersendiri. Beda dengan sekarang, masuk bioskop hanya melewati satu pintu.

BACA JUGA:  Surat Terbuka untuk Calon Wali Kota Makassar: Antara Harapan dan Kenyataan, Menuju Masa Depan Kota yang Gemilang

Hampir semua jenis film ditonton pada masa itu, termasuk film-filmya Charlie Chaplin, seperti “The Kid”, “Modern Times”, “City Lights”, dan “The Great Dictator”. Film Charlie Chaplin ini antara lain diputar di Bioskop Empress dan Bioskop Gembira.

Film hitam putih dan masih berupa film bisu (tidak bersuara) itu banyak ditonton orang. Masyarakat menyebutnya film pepe (bisu). Tentu saja, mereka sebagai penonton yang akan menafsirkan dan mengimajinasikan sendiri adegan-adegan dalam film tersebut. Menurutnya, setiap film punya segmen dan selalu memberikan pembelajaran yang bisa dipetik.

Termasuk film-film India, juga punya pasarnya tersendiri. Salah satunya, film Bhakwan, yang bernuansa komedi.

Orang menyukai film Bollywood karena ada unsur humornya. Lagu-lagunya, penari-penarinya, menjadi sarana hiburan, yang menakjubkan bagi kalangan penonton yang menggemari genre film seperti ini.

Guna mengatur peredaran film nasional, lahirlah PERFINI (Perusahaan Film Nasional Indonesia). Cuma dia menilai, fungsi PERFINI ini tidak berjalan efektif, sebagaimana yang diharapkan.

Secara pribadi, Iwan Azis mengaku, menyukai Al Pacino, aktor kelahiran Italia, yang punya nama lengkap Alfredo James Pacino. Saking cintanya pada bintang “The Godfather” ini, di mobilnya ada tulisan “AL PACINO”.

BACA JUGA:  Dunia dan Ibu Rempong

“Mobil jeep saya ada tulisan Al Pacino, sampai-sampai saya digelar Al Pacino. Saya memang mengidolakan dia. Makanya teman-teman lama saya tahu itu,” kisahnya.