“Mestinya, ada yang satu orang di sini yang memandu,” kata fotografer itu.
Ternyata dia menangkap apa yang ingin saya sampaikan. Lalu, saya dengan pede bertanya ke seluruh penumpang, apakah ada di antara mereka yang merupakan kontributor? Kompak mereka menggeleng. Artinya, mereka rerata penumpang yang mendaftar untuk ikut sebagai peserta Riding With Stories.
Teman Bus terus berjalan. Saya lalu memberi isyarat ke fotografer untuk akan bercerita. Namun, terlebih dahulu saya memberi salam dan memperkenalkan diri. Saya berani mengambil inisiatif karena sebelum kegiatan hari itu (Sabtu, 25 Mei 2024) saya dijapri Luna Vidya.
“Pada hari Sabtu 25 Mei nanti, setelah launching buku, bersediakah ikut kegiatan diskusi, setelah itu launching buku yang ada kontribusi ta ‘Kiri Depan, Daeng!’ Jam 16.15 mulai naik bisnya. Bersediakah Bung, ikut membaca dalam perjalanan dengan bus?” Tanya usi Luna.
“Iye bersedia ikut berbagi cerita, salah satu tulisan yang ada di buku,” jawab saya.
Itu sebagian isi percakapan kami. Saya memang menyumbang 4 tulisan dalam buku yang menghimpun arsip pengetahuan mobilitas warga Kota Makassar tersebut. Tulisan itu berkisah terkait demonstrasi anti-helm, becak, Damri, dan pengalaman berlangganan pete-pete kampus Unhas.
Namun, sebelum memulai cerita, saya iseng-iseng bertanya kepada mereka, apakah sebelumnya pernah naik Teman Bus? Rupanya, kami semua baru pertama kali menikmati kenyamanan naik Teman Bus. Ada 12 orang peserta Riding With Stories, ditambah penumpang umum.
Saya memberi spoiler tulisan saya dalam buku “Kiri Depan, Daeng”. Ada empat tulisan saya, masing-masing tentang helm, becak, Damri, dan pete-pete. Saya sampaikan, Teman Bus ini jauh lebih nyaman dibanding Damri era jadul. Dahulu, pintu Damri terdapat di depan dan belakang.
Saya bercerita, kalau naik Damri, saya suka duduk di belakang karena bisa langsung turun. Namun, sebelum turun, tiang pemegangnya diketuk dengan uang logam. Makanya tiang-tiang yang biasa dipakai sebagai pegangan, penuh dengan tanda goresan uang logam. Pengamennya juga biasa duduk di belakang.
Setelah lama bercerita, saya persilakan Elmatu bernyanyi. Dengan agak sotta, saya perkenalkan Elmatu. Bahwa dia merupakan alumni X Factor Indonesia, musim pertama, tahun 2013. Dia seangkatan dengan Fatin Shidqia. Elmatu, yang punya nama lengkap Ariel Matulessy, tergabung dalam grup Nu Dimension. Prestasinya pada ajang ini, bersama Nu Dimension, sebagai pemenang ketiga.
Layaknya sedang ngamen di bus, Elmatu memetik gitarnya sambil bersandar di pintu yang berada di tengah. Lagu-lagu dari Slank, Iwan Fals, Utha Likumahua, dibawakan dengan sangat merdu. Sesekali kami ikut bernyanyi, dan bertepuk tangan di akhir lagu. Dia juga membawakan lagu daerah Ambon, yang membawa kenangan saya pada kota kelahiran saya itu.