Abdi Tunggal termasuk salah seorang pemain PSM yang merebut Piala Soeharto tahun 1974. Tim PSM tahun itu terdiri atas :Jhonni Kamban (Kiper), Hafied Ali, Nur Amir, Hilaluddin, Malawing, Yusuf Malle, Arifuddin Malle, Ronny Pattinasarany (capt), Donny Pattinasarany, Najib Latandang, Saleh Bahang, Keng Wie, Achmad Jauhari, Hafied Sijaya, Mustafa Kamal, Abdi Tunggal, Anwar Ramang, Amang dan Herman Sumbu. Bertindak sebagai pelatih, Ilyas Haddade, Ass. pelatih : Drs. Haryanto, dan manajer H.M.Dg. Patompo (Wali Kota Ujungpandang).
Pemain sayap PSM era 1970-an ini, 23 April 2025 menutup usia dan interaksi dengan teman-temannya. Saya terakhir bertemu pemain yang dilahirkan di Makassar 13 Desember 1952 ini pada tanggal 31 Juli 2024, saat malam takziah kepergian (29 Juli 2024) Mallawing, teman satu timnya saat merebut Piala Soeharto tahun 1975.
Dia pertama mengenali saya di antara teman pemain PSM yang hadir di Jl. Abdullah Dg.Siruwa kediaman Mallawing, malam itu. Saya masih ingat saat itu, ada Ansar Abdullah (kiper PSM saat juara PSSI Perserikatan 1991/1992), seperti yang ada di foto ini. Abdi Tunggal mengenakan kopiah hitam dengan kemeja lengan pendek hitam.
Abdi Tunggal memang tidak mengikuti jejak teman-temannya yang lain seperti Syamsuddin Umar yang menjadi pelatih PSM, bahkan asisten pelatih tim nasional. Pada 2009 hingga 2015, ia diberi kepercayaan sebagai penasihat teknis PSM. Dalam rentang waktu itu, ia mendampingi enam pelatih kepala dari berbagai latar belakang dan karakter—mulai dari Hanafing, Tumpak Sihite, Robert Alberts, Petar Segrt, Jorg Steinburnner hingga Rudi Keltjes. Tugasnya tidak kecil, menjadi urat nadi pembentukan suatu tim yang tangguh. Abdi Tunggal memberi masukan dalam perekrutan pemain, skema permainan, dan strategi bertanding.
“Keputusan akhir tetap milik pelatih kepala. Saya hanya memberi pandangan sebagai orang yang pernah bermain dan masih mencintai PSM,” Abdi mengakui seperti dilansir Herald.
Puncak kontribusinya terasa pada musim 2011, saat PSM memilih berjuang di Liga Primer Indonesia. Ketika itu, Abdi dipercaya menyusun kerangka skuad. Timnya menembus posisi dua klasemen sementara sebelum kompetisi terhenti akibat konflik dualisme PSSI.
“Pemain pilihan saya tampil bagus,” ucapnya dalam satu wawancara penuh kebanggaan.
Tapi seperti banyak kisah dalam sepak bola, suka dan duka berjalan beriringan. Ia pernah bersedih kala PSM terpuruk, baik prestasi maupun keuangan. Namun ia bertahan, demi Juku Eja.
Tak hanya di level senior, Abdi pun membina tunas muda PSM. Ia membawa tim junior PSM menjadi runner-up Habibie Cup, dan salah satu anak didiknya yang kemudian bersinar adalah striker andalan Andi Oddang.
Sahabatnya, Syamsuddin Umar, menggambarkan Abdi sebagai pribadi yang tegas, disiplin, dan memiliki solidaritas tinggi.