GEBRAKAN PRABOWO: ANTARA GAGASAN BESAR DAN KESIAPAN TATA KELOLA PEMERINTAHAN

Di tahun 1970-an, strategi berubah. Pemerintah menghubungkan pendidikan dengan industri. Universitas bekerja sama dengan perusahaan seperti Samsung dan Hyundai.

Para insinyur muda tidak hanya diajari teori, tetapi juga praktik di pabrik dan laboratorium. Negara ini tidak sekadar mengejar pertumbuhan ekonomi, tetapi mencetak manusia-manusia unggul yang siap menciptakan inovasi sendiri.

Lalu, tahun 1990-an menjadi era transformasi digital. Internet masuk ke sekolah-sekolah. Pemerintah mengembangkan e-government, membuat birokrasi lebih cepat, transparan, dan efisien.

Korea Selatan tidak hanya mencetak pekerja, tetapi pemikir, pencipta, dan pemimpin di bidang teknologi.

Kini, Korea Selatan memimpin dunia dalam teknologi, semikonduktor, dan industri kreatif. Dari negara miskin menjadi pusat inovasi global. Bukti bahwa membangun manusia adalah kunci membangun peradaban.

Sebagaimana pepatah Korea: “Jika kau ingin panen setahun, tanam padi. Jika kau ingin panen seabad, didiklah manusia.”

-000-

Untuk Indonesia, perbaikan tata kelola pemerintahan bisa dimulai dari mana saja. Kasus Pertamina “Pertamax Oplos” dapat sebagai titik tolak.

Bagaimana opini publik di media sosial meributkan kasus korupsi di Pertamina Patra Niaga.

BACA JUGA:  Jika Kluivert Latih Timnas Indonesia Penonton Menikmati “Sate Rasa Keju”

LSI Denny JA menggunakan dua metode utama dalam riset ini:

1. Analisis Sentimen. Menggunakan Aplikasi LSI Internet untuk menganalisis percakapan di media online dan media sosial.

• Kata kunci yang digunakan: “Korupsi Pertamina” dan “Pertamax”.

• Data dikumpulkan dari berbagai platform: Facebook, Twitter (X), YouTube (video), TikTok, berita online, podcast, blog, dan web. Periode riset: 23 Februari – 4 Maret 2025.

2. Social Network Analysis (SNA).

• Menggunakan NodeXL untuk memvisualisasikan dan menganalisis jaringan percakapan di Twitter (X).

• Scraping dilakukan dengan Python menggunakan kata kunci “Pertamina”.

• Parameter utama yang diukur: sentralitas jaringan, konektivitas akun, dan kepadatan interaksi dalam percakapan terkait isu Pertamina.

Apa hasilnya?

Persepsi negatif terhadap Pertamina sangat kuat, dengan hampir 95% percakapan bersentimen negatif.

Media sosial berperan besar dalam penyebaran isu ini, terutama TikTok dan Twitter.

Kasus ini bukan hanya perbincangan elit, tetapi juga menyebar ke masyarakat luas, terbukti dari akun-akun non-politik yang menjadi pusat percakapan.

Dampaknya bisa merusak kepercayaan publik terhadap Pertamina dan pemerintah, terutama jika tidak ada langkah konkret untuk mengatasi isu ini.

BACA JUGA:  Dr M Dahlan Abubakar, Sejatinya Seorang Wartawan Intelektual

Prabowo Subianto memiliki peluang strategis untuk memperkuat kepercayaan publik dengan menjadikan kasus korupsi Pertamina sebagai momentum reformasi tata kelola pemerintahan.