Daeng Lawa Asal Takalar, Pernah Berkongsi Buka Warung Coto di Surabaya (Bagian 2)

Ketika di Sidrap, sebagai pelayan, dia tidak sempat membeli barang. Nanti saat bekerja di Sengkang, baru dia membeli sepeda motor Yamaha Jupiter Z. Dia membeli sepeda motor yang dijuluki sebagai burung hantu itu dengan cara kredit.

Menurut ceritanya, dia termotivasi membeli sepeda motor itu karena ketika dia pulang kampung, dia melihat teman-temannya sudah punya sepeda motor. Teman-temannya itu, juga bekerja sebagai pelayan di warung coto. Lalu dalam hati dia berucap, “Masak mereka bisa punya sepeda motor, sementara saya tidak.” Sejak itu, dia berusaha untuk hidup hemat demi bisa menyicil sepeda motor. Dia bahkan berhenti merokok agar bisa menyisihkan upahnya untuk biaya membayar panjar sepeda motor.

“Bos saya bilang, untuk cicilan bulanan motor ta gampang. Gaji ta disimpan, nanti butuh baru diambil,” kenang Daeng Lawa menirukan kata-kata bosnya saat itu.

Sepeda motor itu terpaksa dijual ketika dia butuh uang untuk biaya perkawinannya dengan kekasih pujaannya, Daeng Tarring, yang kini jadi istrinya. Katanya, istrinya itu merupakan anak yatim. Bapaknya sudah meninggal, dan dia tinggal dengan orang. Daeng Lawa bersyukur, dia telah dikaruniai seorang anak perempuan, yang kini duduk di bangku kelas 6 SD.

BACA JUGA:  Ngobrol Bareng Dr Liong Rahman, SH., M.Kn: Tukang Reparasi Sepatu Yang Jadi Notaris Populer

“Kalau saya ingat dulu berhenti sekolah, saya menyesal. Apalagi teman-teman saya ada yang sudah jadi tentara, karyawan PLN, dan macam-macam profesi lainnya,” ujar Daeng Lawa pelan saat kami memasuki halaman The Hidden Garden Sofresh’na yang berada di belakang rumah Daeng So’na.

The Hidden Garden Sofresh’na ini milik Irmawati Daeng So’na bersama Rayhana Anwarie, keduanya merupakan pengelola startup Sofresh’na Indonesia. SePAKat juga merupakan bagian dari gerakan yang mereka bangun. Di sinilah sejak beberapa tahun terakhir, Daeng Lawa mengabdikan diri bekerja, sekaligus sebagai aktivis. Selain kebun sayur, di sini juga terdapat dua bangunan rumah tradisional, yang masing-masing dinamakan Baruga Puan Tani dan Rumah Daulat Pangan. (*)