“Hui” (bahasa Bima, siangi) dulu bagian barat yang di sebelah sana,” pesan, Abd.Thalib, ayahnya sebelum meninggalkan “ncanga” pagi hari itu.
Mungkin dia sudah melihat keadaan rumput yang tumbuh di tengah lebatnya padi ladang yang sedang berbunga tersebut, sehingga menyarankan kepada istri dan anak-anaknya terlebih dulu membersihkan di bagian yang dia sebutkan.
Lonceng menunjuk pukul 07.00 usai Abd.Thalib berkata dan mulai bergerak ke selatan. Ditemani beberapa anjing pemburu yang tangguh dan terlatih, dia melangkah ke arah selatan desa. Melewati jalan setapak, lalu mendaki di antara dua bukit yang lereng di bawahnya dipisahkan oleh sebuah sungai kecil, Kalero.
Bukit itu tampak biru dilihat dari lereng “ncanga”. Itu namanya Ramu, tempat Abd.Thalib biasa berburu. Rupanya, dua bukit yang dipisahkan oleh sungai itulah disebut “ncanga”, bercabang.
Ketinggian dua bukit ini hampir sama. Kalau pun berbeda, tidak teralu jauh.
Belum berapa lama Abd.Thalib pergi, Suhartati yang berusia 14 tahun, Abd. Halik (12), dan Asmah (11), menemani Hafsah, ibunya, mulai menyiangi padi ladang yang bersiap berbuah.
Orang Bima menyebut kegiatan menyiangi tanaman padi dari tanaman pengganggu (gulma) disebut hui. Matahari pagi yang masih sejuk ditingkahi semilir angin gunung, menyertai ibu dan tiga anak ini menyiangi tanaman padi dengan penuh semangat. Apalagi matahari belum terlalu terik.
Tiba-tiba, belum lama membungkuk dan tangan mereka mencabuti tanaman pengganggu, terdengar suara lirih Hafsah.
“Perutku sakit..Perutku sakit,” katanya sembari memegang perutnya yang memang sudah hamil tua.
“Kalau sakit perut, istirahat saja dulu. Nanti kami bertiga yang akan melanjutkan pekerjaan ini,” kata Halik kepada ibunya.
Hafsah mungkin lupa menghitung bulan karena sibuk mengurusi tanaman padi ladang. Perempuan tangguh ini memang termasuk menjadi tulang punggung keluarga mengurusi sebagian pekerjaan sebagai petani, selama hari-hari suaminya, Abd.Thalib, pergi ke hutan berburu rusa. Hafsah adalah seorang perempuan desa yang rajin bekerja. Dia tidak mau berpangku tangan.
Pada musim berladang, saat suaminya pergi berburu rusa, dia mengerjakan ladang bersama anak-anaknya. Pada saat padi baru tumbuh dan berbuah, dia bekerja menyiangi rerumputan yang tumbuh di antara pohon padi. Hafsah bersama anak-anaknya, Abd. Halik, Suhartati, dan Asmah melakukan pekerjaan menyiangi padi.
Hasil buruan Abd. Thalib merupakan sumber penghidupan keluarga, teristimewa untuk membiayai pendidikan anak-anaknya yang sudah mulai memasuki sekolah dasar.







br






