NusantaraInsight, Opini — Allah SWT telah mensyariatkan kurban dengan firman-Nya, “Sesungguhnya Kami telah memberikan kepadamu nikmat yang banyak. Maka dirikanlah salat karena Tuhanmu, dan berkurbanlah. Sesungguhnya orang-orang yang membencimu dialah yang terputus.” (Al-Kautsar: 1 — 3). Dalam hitungan satu atau dua hari kedepan umat Muslim di seluruh dunia akan merayakan Hari Raya Idul Adha atau dengan istilah lain yaitu Hari Raya Idul Qurban. Idul Qurban menjadi sebuah momentum istimewa sebuah ujian yang sangat berat kepada Nabi Ibrahim Alaihisalam. Tak tanggung tanggung ujian itu berupa sebuah permintaan kepada Ibrahim untuk menyembelih (mengurbankan) belahan jiwa, kasih sayang dan cintanya, darah daging yang diidam idamkannya puteranya yaitu Nabiyullah Ismail Alaihisalam. Bisa terbayangkan begitu sulit dan beratnya ujian yang dilayangkan kepada Nabi Ibrahim pada saat itu, dalam kacamata logika normatif berpikir kita pada saat kejadian tersebut ribuan tahun sebelum masehi yang lalu, pastilah suasana yang penuh haru biru, pastilah bersedih, pastilah akan menjadi sebuah kedukaan. Interaksi bapak para nabi dengan puteranya ini saat peristiwa qurban yang lalu menjadi sebuah history kecintaan yang sangat besar kepada pencipta langit bumi dan semesta isinya yaitu Sang Rabbul Izzati dan ingin selalu dekat dengan Rabbul Alaamiin.
Sebagai Negara berpenduduk Muslim terbesar di dunia, negeri kita Indonesia yang kita cintai bersama ini sangatlah menjunjung tinggi azas azas dalam beragama yang menjadi landasan kokoh didalam memperkuat ukhuwah Islamiah maupun Wataniah. Tidaklah heran dan bukan menjadi sebuah perbedaan yang bermuara pada pendikotmian subyektif terkait pelaksanaan Hari Raya Islam, baik Idul Fitri maupun Idul Adha, yang mana sangat kadang berbeda waktu pelaksanaannya. Sebagai seorang awam penulis pun berkesimpulan inilah sebuah keindahan Islam yang sejatinya bukan menjadi sumber pembeda melainkan menjadi sebuah variabel keimanan umat muslim, sebuah perbedaan yang benar benar Indah karena didasarkan pada sebuah dalil-dalil yang memenuhi kaidah-kaidah keIslaman kita. Intinya Qurban menjembatani umat muslim untuk selalu bersyukur, untuk selalu bersyabar dan lebih dari itu untuk selalu dekat dengan Sang Pencipta.
Sebuah fenomena unik yang terjadi saat ini di Negeri Nyiur Melambai yaitu: menguaknya kasus-kasus korupsi yang booming di media informasi silih berganti dengan memuat berita dan gambar yang sama dengan narasi sosial dan hukum yang penuh dengan bumbu yang membuat gelisah dan penasaran bahkan tak sedikit masyarakat yang mendahului vonis hakim. Ada penangkapan, pemeriksaan, penyelidikan , penyidikan, persidangan dan vonis hukum yang kesemuanya tersaji secara apik dan kontroversinya menjadi momok yang sangat menakutkan. Argumentasi dan interpretasi yang munculpun mengkorelasikan secara dominan dengan suhu perpolitikan yang mulai memasuki kemarau politik yang rawan dan dapat menyebabkan terjadinya kebakaran (politik) di negeri ini. Maybe YES, Maybe NOT, boleh jadi hal ini sebuah kebenaran yang terkronologis, atau sebuah hal yang kebetulan saja, atau bisa jadi sama sekali bukan variabel yang saling beririsan.Bahkan yang nyata pula terpampang didepan kita terkait dualisme Perayaan Idul Adha tahun ini adalah dihubungkan juga dengan suasana perpolitikan negeri, penulispun tak bisa untuk menerjemahkan atau mendefenisikan hal yang unik ini dikarenakan dua wilayah yang secara hakiki berbeda dan sebenarnya telah jelas dalil pendefenisian.
Anehnya ternyata perilaku perilaku korup banyak dilakukan oleh orang-orang yang memiliki kedudukan yang baik dan kekayaan yang baik pula. Padahal seharusnya berbanding positif (maunya kita), karena pada hakikatnya korupsi itu berimplikasi pada bertambahnya kekayaan dan sedianya maaf kepada orang yang tidak kaya tetapi justru sebaliknya kepada orang yang kaya. Berarti filosofi untuk koruptor itu semakin kaya semakin miskin akhlaknya ataupun semakin kaya semakin mengurbankan harga diri keIslamannya, zero kesabaran dan rasa kesyukuran, moga saja makna dari qurban yang dilaksanakan setiap tahun mampu dan senantiasa mendekatkan hamba hamba kepada Tuhannya, mampu menjadikan hamba yang senantiasa bersabar dan bersyukur.
Proses perjalanan bangsa yang sangat panjang dan berliku ini telah melalui beberapa fase yang mana setiap fasenya memiliki halang rintang dan tantang yang luar biasa yang telah teralih informasinya ke lembar demi lembar arsip, tercatat, tersimpan, terawat, bahkan terlegitimasi yang menunjukkan informasi terkait kebhinekaan Indonesia dan menghadirkan sebuah diorama perjalan negeri yang lahir dari sebuah perbedaan dengan kesamaan tekad untuk kebersamaan bahkan hingga saat ini di usia yang hampir menginjak 78 Tahun ini terus lestari dalam perbedaan tetapi bukan berarti perbedaan tersebut kan meruntuhkan sendi negeri tetapi sebaliknya merupakan sebuah keindahan yang menjadi kekuatan dalam bergandeng tangan menuju Indonesia yang baldatun, thoyyibatun warabbun ghaffur. Arsip pun kan mencatat semuanya untuk diperlihatkan kepada anak cucu generasu penerus bangsa. Moga Idul Qurban semakin mendekatkan kita kepada Sang Rabb, senantiasa diberikan rasa kesabaran, kesyukuran dan kecintaan sesama serta menghilangkan sifat kebinatangan, ketamakan, kezholiman dan perilaku perilaku korupsi.
SELAMAT IDUL QURBAN 1444 H
MAAF LAHIR DAN BATHIN.