Di kiri kanan jalan, pohon kaktus tumbuh lebat. Seolah menjadi pagar hidup bagi kebun dan sawah warga dari gangguan hama tanaman atau pun ternak sapi yang lepas.
Saya meskipun tidak merasa ngeri, cuma sedikit khawatir juga jika ‘honda’ (sebutan untuk sepeda motor di Bima) yang dikemudikan Abd.Halik keluar jalur. Tetapi dia pengendara ulung untuk medan berbatu dan bertanjakan.
Sepanjang perjalanan ke lereng “ncanga” (bercabang), saya duduk manis di atas sadel ‘honda’, walaupun diadang tanjakan dan cekungan sungai kering berbatu. Dalam kondisi seperti ini, saya harus berkali-kali memperbaiki posisi duduk yang bergeser kiri-kanan akibat pergerakan ‘honda’ yang penuh goncangan.
Pada sebuah lahan datar, di sebelah kiri ada bukit, Di puncaknya tumbuh satu pohon. Katanya, pohon asam. Abd. Halik menghentikan ‘honda’. Saya lebih dulu turun, dia menyusul. Tampak dia menutup mata dan hidungnya. Terdengar suaranya terisak beberapa saat.
“Jika melintas di tempat ini, saya jarang berhenti, Pak Doktor. Saya selalu terkenang almarhumah Ibu saya,” katanya sembari terisak kecil yang membuat saya pun ikut larut. Terenyuh.
Dia terdiam beberapa saat, sebelum menunjuk sebuah batu besar di depan kami.
“Batu inilah, tempat almarhumah Ibu bersandar, saat awal merasakan sakit perutnya,” Abd. Halik melanjutkan, bernostalgia, mengenang peristiwa 53 tahun silam di lereng “ncanga” itu dan merapat ke batu besar tersebut.
Di ladang “ncanga” keluarga Abd.Thalib selain menanam padi, juga menanam tanaman tumpang sari seperti jagung, jawawut, latu (sejenis gandum), “ponda” (labu), “bue” (kacang panjang), dan “uba mea” (okrah). “Latu” ini ada dua jenis. Ada yang berwarna ungu-kecokelatan dan ada yang lembek. Batang “latu” ini mengandung air gula.
Anak-anak kecil di kampung-kampung dulu biasa memotong-motong batangnya, kemudian membelahnya kecil-kecil, baru dikunyah-kunyah untuk mendapatkan cairan manisnya. Mirip mengisap dan menyesap belahan kecil batang tebu untuk memperoleh cairan manisnya.
Tanaman tumpang sari itu sangat bermanfaat bagi kehidupan para peladang selama musim tanam padi. Umur tanaman itu terkadang jauh lebih muda atau bersamaan dengan usia padi saat dipanen.
Namun, usai padi dipanen, tanaman-tanaman tumpang sari itu tetap berproduksi. Labu misalnya, selain dapat dikonsumsi, baik direbus, juga dapat menjadi sayur. Dicampur dengan daun tanaman tumpang sari lainnya, seperti daun kacang panjang.
Abd. Halik kembali bernostalgia.
Hari itu, masih terasa dingin di lereng “ncanga”, saat. dia, ayah, Ibu, Suhartati, dan Asmah, dua saudaranya, mulai melaksanakan aktivitas rutinnya. Mengurusi tanaman padi yang mulai mendekati berbulir. Agenda hari itu adalah menyiangi tanaman padi dari tanaman pengganggu (gulma).







br






