Soeharto: Siluet Kekuasaan dan Bayang Sejarah

Oleh: Muhammad Burhanuddin (Ketua Umum PP Garuda AstaCita Nusantara)

NusantaraInsight, Jakarta — Sejarah Indonesia adalah jalan panjang yang berlapis cahaya dan bayangan, penuh jasa dan retak, harapan dan kesalahan. Di antara nama-nama besar yang mewarnai perjalanan republik ini, Soeharto menempati ruang yang tak bisa disangkal — seorang prajurit yang menata kembali arah bangsa dari kekacauan, pemimpin yang membangun pondasi ekonomi, sekaligus manusia yang menghadapi kompleksitas kekuasaan.

Orde Baru lahir dari reruntuhan masa genting pasca 1965. Negeri yang terbelah oleh ideologi, dihempas inflasi dan ketakutan, menanti sosok yang mampu menenangkan gejolak. Dalam kesenyapan yang strategis, Soeharto muncul membawa janji ketertiban. Ia tidak tampil dengan retorika, melainkan dengan kerja nyata. Dan bangsa yang kelelahan oleh pergolakan segera menemukan harapan pada ketegasan dan kestabilannya.

Selama lebih dari tiga dekade, Indonesia bergerak di bawah kepemimpinannya: dari negara agraris menuju negara yang mulai menatap industrialisasi, dari ketergantungan pangan menuju swasembada beras yang diakui dunia, dari diplomasi pasif menuju posisi terhormat di antara negara-negara nonblok. Soeharto membangun fondasi ekonomi modern Indonesia — jalan raya Trans-Jawa dan Trans-Sumatera, waduk dan bendungan, sekolah dasar Inpres, hingga pusat-pusat pertanian yang menghidupi jutaan rakyat.

BACA JUGA:  Momentum May Day: Ilusi Kesejahteraan Buruh Dalam Sistem Kapitalisme

Pembangunan itu bukan sekadar statistik; ia adalah pengalaman kolektif rakyat. Banyak yang untuk pertama kalinya mengenal listrik, jalan beraspal, dan rasa aman setelah dekade penuh ketidakpastian. Ia melahirkan generasi yang meyakini bahwa negara bisa hadir sebagai penjamin kesejahteraan. Dalam konteks inilah, jasa Soeharto tak bisa dihapuskan dari sejarah bangsa — sebab ia tidak hanya membangun negara, tapi juga membangun rasa percaya diri nasional.

Namun, sejarah tidak pernah tunggal. Di balik pembangunan yang megah, tumbuh pula bayang kelam: kontrol politik yang ketat, kebebasan yang dibatasi, dan kekuasaan yang terpusat terlalu lama di satu tangan. Akan tetapi, bahkan dalam kritik itu, bangsa ini tak bisa menolak fakta bahwa stabilitas yang diciptakan Orde Baru memberi ruang bagi lahirnya generasi terdidik, terbentuknya infrastruktur nasional, dan terbangunnya fondasi ekonomi yang kelak menopang masa reformasi.

Karena itu, wacana tentang kelayakan Soeharto sebagai Pahlawan Nasional perlu ditempatkan dalam bingkai sejarah yang utuh, bukan hitam putih. Kepahlawanan bukan berarti tanpa cela, melainkan pengakuan atas kontribusi yang menentukan dalam perjalanan bangsa. Seperti halnya para pemimpin besar dunia — dari tokoh revolusi hingga negarawan — Soeharto memiliki peran monumental dalam membentuk arah dan identitas Indonesia modern.

br