“Sentilan” Menteri Dalam Negeri

Catatan Agus K Saputra

NusantaraInsight, Ampenan (NTB) — Provinsi Nusa Tenggara Barat (NTB) mendapat “sentilan” dari Menteri Dalam Negeri (Mendagri) Muhammad Tito Karnavian, dalam Rapat Koordinasi Pengendalian Inflasi Tahun 2025, Senin, (26/05) lalu. Pertumbuhan Ekonomi NTB pada triwulan I 2025, menurut Mendagri, “kok” bisa minus.

“Saya sampai sekarang enggak terpikir, kenapa pertumbuhan ekonomi NTB bisa minus 1,47%. Padahal cuma ada dua pulau utama,” heran Mendagri Tito.

Akhirnya Mendagri meminta Gubernur NTB Lalu Muhammad Iqbal untuk mencari tahu penyebab anjloknya. Padahal, Lalu Iqbal sebagai Gubernur baru, dikenal sebagai sosok cerdas dan memiliki pengalaman diplomatik internasional.

Menjawab hal itu, Lalu Iqbal mengatakan, “Sebenarnya itu bukan teguran, itu pertanyaan dari Mendagri. Saya juga sudah berkomunikasi langsung kepada beliau menjelaskan dan beliau memahami situasi itu.”

Sebenarnya persoalannya, sambung Gubernur, adalah jika melihat sektor pertambangan dikeluarkan, maka pertumbuhan ekonomi kita tumbuh 5,7%. Bahkan sektor pertanian tumbuh lebih dari 10%.

“Masalahnya tambang ini pengaruhnya cukup besar, apalagi kontraksi yang dialami oleh tambang ini lebih dari 30% atau minus 30%. Jadi mau nggak mau akan berpengaruh terhadap pertumbuhan ekonomi kita secara umum. Jadi ini spesifik fenomena tambang,” terangnya.

BACA JUGA:  Pertumbuhan Ekonomi Di Tengah Ketidakpastian

Sebagaimana diketahui, tahun lalu secara resmi smelter PT Amman Mineral Nusa Tenggara Barat (AMNT) sudah berfungsi. Sehingga ijin ekspornya dihentikan. Sementara saat berjalan, kapasitasnya baru 40%.

“Maka terjadilah penumpukan konsetrat, sehingga tidak ada produksi. Produksinya turun sampai 54%,” tutup mantan Dubes Turki ini, sebagaimana di wartakan, (28/05) lalu.

Ilusi Statistik

Sebelumnya (27/05), dalam keterangan tertulisnya, Akademisi Pascasarjana Fakultas Ekonomi Universitas Mataram Dr. Iwan Harsono, SE., M.Ec., menilai angka minus 1,47% merupakan statistical illusion atau ilusi statistik yang menyesatkan jika dijadikan indikator utama kesejahteraan masyarakat
NTB.

“Pertumbuhan ekonomi/tingkat kesejahteraan masyarakat NTB pada Triwulan I 2025 sebenarnya mencapai 5,57 persen, meningkat dibandingkan Triwulan I 2023 yang sebesar 3,01 persen dan Triwulan I 2024 yang sebesar 4,65 persen,” jelas Dr. Iwan Harsono.

Menurutnya, data yang dirilis Badan Pusat Statistik (BPS) memang sah sebagai acuan utama, tetapi interpretasinya harus dilakukan secara cermat, terutama ketika sektor pertambangan mendominasi komposisi Produk Domestik Regional Bruto (PDRB) NTB.