“Suatu hari, Imam Syafi’i berjalan-jalan. Ia melihat sekelompok orang tengah memanen buah anggur. Tanpa diminta, Imam Syafi’i berinisiatif membantu mereka. Setelah selesai, ia diberikan beberapa ikat anggur sebagai imbalan,” lanjut Asnawin.
Kejadian ini mengingatkan Imam Syafi’i tentang pendapatnya seputar rezeki. Pendapatnya terbukti dengan dirinya yang berinisitif membantu sekelompok orang tadi. Jika ia tidak berusaha membantu, tentu ia tidak akan mendapat beberapa ikat anggur.
Imam Syafi’i senang bukan main. Ia lantas bergegas menemui sang guru. Hendak membenarkan pendapatnya tersebut.
Kemudian dijumpainya Imam Malik yang tengah duduk santai. Sambil menaruh seluruh anggur yang didapatnya, ia menceritakan kisahnya barusan. Dan keduanya pun makan anggur bersama-sama.
“Sambil makan anggur, Imam Safi’i mengatakan, seandainya saya tidak keluar pondok dan melakukan sesuatu, tentu saja anggur itu tidak akan pernah sampai di tangan saya. Mendengar ujaran tersebut, Imam Malik hanya tersenyum. Ia kemudian menimpali, seharian ini aku tidak keluar pondok dan hanya mengambil tugas sebagai guru, dan sedikit membayangkan alangkah nikmatnya jika di hari yang panas ini, aku bisa menikmati anggur. Tiba-tiba engkau datang sambil membawa anggur untukku. Bukankah ini juga bagian dari rezeki yang datang tanpa sebab? Keduanya pun lantas tertawa bersama,” kisah Asnawin yang membuat jamaah ikut tersenyum.
Di akhir kultumnya, Asnawin mengatakan, kita boleh berbeda pendapat, termasuk tentang hukum peringatan Maulid Nabi Muhammad SAW, tetapi perbedaan pendapat itu jangan membuat kita berselisih atau bermusuhan.
“Kalau kita berbeda pendapat, tidak ada masalah, kita tetap makan dan minum bersama sebagaimana yang ditunjukkan oleh Imam Malik dan Imam Syafi’i,” kata Asnawin.

br






br






