Dengan status kualifikasi muttaqun yang dibalut dengan semangat Imanan wa Ishtisaban (IwI) yang jika ditranformasikan dalam kehidupan global menjadi semangat atau berkomitmen yang tinggi, amanah dan bertanggung jawab, semangat kerja keras, semangat ingin menjadi yang terbaik the best, semangat pantang menyerah, ingin menjadi rangking teratas, semangat ewako, mattongeng-tongeng inilah semua makna terdalam ayat, kuntum khaera ummatin ukhrijat linnasi ta’muruna bil ma’rufi wa tanhauna anil mungkar wa tu’minuma billah … Maka dengan semangat IwI itu bangsa ini insyaallah bisa bangkit mengejar ketertinggalannya, bisa bangkit bersaing dengan negara-negara tetangga, kita sebagai umat juga bangkit melawan segala ancaman bahaya apapun, termasuk melawan hawa nafsu kemalasan, tidak mau kerja keras, abai ukhuwwah dan seterunsya.
Beranjak dari status muttaqun dibalut semangat ke-kaffah-an, imanan wa ihtisaban, dan tazkiyah (kefitrahan) yang semuanya telah dibangun dengan baik dan sangat mantap ditempah selama Ramadhan suntuk, tidaklah berarti akan terhenti dengan berakhirnya ramadhan, namun semoga semangat-semangat itu terus menyatu, melekat dan terintegrasi serta bersemayam dalam diri kita masing-masing sepanjang tahun sampai kita kembali berjumpa Ramadhan berikutnya.
Dengan semangat kesucian jiwa (tazkiyyatun nafs) yang berakhir dengan kemenangan dan kefitrahan, tentunya juga bagaimana kesucian atau ketazkiyahan itu terus merambah ke segala sesuatu yang kita miliki dan yang kita usahakan. Karena itu kesucian jiwa, akal, harta, usaha, bisnis, dan pekerjaan/profesi kita juga mutlak adanya. Momentum idul fithri ini juga penting untuk menumbuhkan tekad mensyariahkan jiwa, pikiran, harta, usaha/bisnis dan profesi agar bersesuaian dengan nilai dan prinsip-prinsip kesyariahan, kita semua menjadi umat yang kaffah. Secara fisik melaui zakat, infaq dan shadaqah kita semua telah berfungsi sebagai penyuci jiwa dan pembersih asset-aset yang kita miliki semuanya.
Sebuah orientasi terdalam akan nilai-nilai ibadah puasa sebagai nilai tertinggi dari ajaran ketauhidan sebagai muttaqun. Masih diperlukan kemampuan menggali untuk menemukannya, terutama dampak-dampak spektakulernya yang belum terpublis dalam media dakwah, pada intinya bermuara pada bagaimana menggapai ketakwaan itu begitu terbuka, humanism, dan universal, jauh dari diskriminasi, kolusi dan nepotisme. Telaah demi telaah telah banyak diberikan, namun umumnya masih berputar ditataran deskriptif berupa yang masih harapan-harapan preskriptif atau dijanjikan. Akan tetapi belum terungkap menjadi sebuah pil/virus dahsyat yang dapat membuat lompatan-lompatan dalam kehidupan, sementara ‘virus dahsyat’ itu dipastikan memiliki daya dorong luar biasa untuk perkembangan dan peningkatan kualitas kerja dan peningkatan indeks SDM Indonesia.