KE MEKKAH NAIK UNTA KURUS

Saat saya tanya asalnya, ia mengaku sebagai calon jemaah haji dari Maluku yang telah menanti keberangkatan selama 12 tahun. Ketika mendaftar, usianya masih 50 tahun dan dalam kondisi sehat. Namun, setelah mengalami stroke ringan, justru saat itulah jatah hajinya keluar dan ia harus berangkat tahun ini.

Fenomena panjangnya masa tunggu untuk mendapatkan kuota haji memang menjadi salah satu persoalan besar dalam penyelenggaraan ibadah haji di tanah air hingga saat ini. Masalah ini memerlukan pemikiran serius dan solusi konkret. Bagaimana tidak? Indonesia adalah negara dengan jumlah penduduk Muslim terbesar di dunia, dan mayoritas dari mereka pasti memiliki niat untuk menunaikan ibadah haji sebagai penyempurna rukun Islam yang kelima.

Data menunjukkan bahwa masa tunggu haji reguler di berbagai provinsi, kabupaten, dan kota di Indonesia bervariasi antara 11 hingga 47 tahun. Masa tunggu paling singkat tercatat di Kabupaten Maluku Barat Daya, yakni 11 tahun. Sementara itu, masa tunggu terlama terjadi di Kabupaten Bantaeng, Sulawesi Selatan, yang mencapai 47 tahun.

BACA JUGA:  H. Heri Burhan Serahkan Zakat Terikat Rp238 Juta ke BAZNAS Makassar

Direktur Bina Umrah dan Haji Khusus Direktorat Jenderal Penyelenggaraan Haji dan Umrah (Ditjen PHU) Kementerian Agama menjelaskan bahwa kesenjangan waktu tunggu antarwilayah ini disebabkan oleh disparitas jumlah pendaftar yang sangat tinggi antara satu daerah dan daerah lainnya. Artinya, semakin banyak pendaftar di suatu wilayah, maka semakin panjang pula waktu tunggunya. Contohnya, Sulawesi Selatan menjadi provinsi dengan masa tunggu terlama karena jumlah pendaftarnya yang sangat besar.

Sistem kuota haji reguler yang dibagi berdasarkan provinsi memang memiliki implikasi tersendiri. Ketika di suatu provinsi jumlah pendaftar sangat banyak, maka antrean keberangkatan pun otomatis menjadi sangat panjang.

Fenomena antrean panjang ini bukan hanya terjadi di Indonesia. Negara tetangga pun menghadapi masalah serupa. Di Malaysia, masa tunggu keberangkatan haji bahkan bisa mencapai 120 tahun, sementara di Singapura berkisar hingga 34 tahun, sebagaimana dijelaskan oleh Konsul Haji KJRI Jeddah, Endang Djumali.

Apa Solusinya?

Berhaji dengan visa ziarah pada tahun 2024 menjadi bukti nyata bahwa jika Allah telah memanggil hamba-Nya untuk menunaikan ibadah haji, maka tak satu pun makhluk di muka bumi ini mampu menghalangi. Segala keterbatasan administratif, tekanan sosial, bahkan ancaman razia sekalipun, tak kuasa membendung takdir dan kehendak-Nya.

BACA JUGA:  Pdt Ramli Gagas Pembentukan Komite Musisi Gereja

Namun, bagaimana dengan tahun 2025? Justru yang terjadi adalah sebaliknya. Bahkan visa Furoda—yang notabene merupakan undangan khusus dari Kerajaan Arab Saudi dengan biaya yang sangat tinggi—ternyata tak otomatis menjamin seseorang bisa berhaji. Jika Allah belum memanggil, maka tak ada kuasa manusia yang dapat memaksakan kehendaknya.
Inikah realitas yang sedang kita hadapi?