BANDARA INTERNASIONAL CHANGI
1
lihatlah toko-toko siang ini sudah berdandan
mau tunggu apa lagi mahluk dungu
jasad makin usang
sepanjang landasan
hamparan permadani batu
tak beri salam tuli
kumpulan kaki yang payah
2
percakapan riuh kulipat rapi
dalam kopor
menyedot sepi
kian berlemak
sampai dari jarak begitu dekat
supir airbus menggosok-gosok jantung
pesawat belum menembus lapisan kaca
oi, ada bau lonte
kuku-kuku birahi
di sini tanpa beban
sebuah benua dirobek-robek
Singapura, Desember 1996
DARI SINI
ketika tiba kudaku dicambuk bulu-bulu
beranda stasiun yang lugu
makin mengeras bumimu
berlapis-lapis
pacu! ayo! pacukan kudaku
sarat racun tumbuhan
menuju gurun perang
sampai terkencing
mata uang logam
logikaku terus berlari
berlari
mendaki matahari
di kaki mall yang terbakar
faktur-faktur gemerlap
perjalanan kilas balik sudah basi
giliran lewat siapa harus berkemas
dari atas tenda pencuri
kembang-kembang gula
ataukah menggilas rakus
roda-roda aspal
tercatat biodata
dengan air tinta merah
aku melirik
tangannya adalah ratusan mercon
siap meledak
dalam saku celana
Johor Baharu, Malaysia, Desember 1996
KHOTBAH
di sebuah kaabah Tuhan
yang dibangun zaman batu
firman kebenaran dihembuskan
pada musim kering
akupun jadi terinspirasi
Pamulang, 2008-2009
SAJAK PERJALANAN EPISODE PERTAMA
badai mengamuk
dari mulut sungai tak tercatat dalam kitab
wajahmu membatu
batasi bibir laut
aku sendiri bahasa bisu
suara protes
seperti angin berlalu
membujuk ke kancah perang
tak bermimpi permukiman-permukiman kumuh
serangga liar yang lapar
dan orang-orang sudah ditidurkan
di sebuah negeri gaib
pada zaman abad terbalik
masihkah penyair berpolitik,tanya mr.arsart
sesal dibanting di trotoar jalan
perkawinan retak
terbentur dinding kapal
Singapura, Desember 1996
SUNGAI BATANGHARI DALAM PUISI
mendayuh sampan ke muara
matahari tercemar
sepanjang sejarah
pantai timur sumatera
nelayan telah kehilangan pelabuhan
dalam kenangan digelar
jembatan terpanjang
tempat menjerat
mimpi-mimpi teduh
di dasar sungai dari hulu hingga ke laut
ikan-ikan tak pandai berenang
situs-situs
tercecer
masih setia menunggu
janji sakti
Jambi, tahun 1985-1986
TRAUMATIK
stasiun radio kuusung
dari belakang punggung
unjuk gigi hewan-hewan melata
matahari mengepulkan asap hitam
bencana berantai
tidurku meninju bulan yang berdarah
membuntingi pohon tunggal
perawan bertekuk lutut
perut ditikam belati
kehilangan air mani
kabar celaka
membuatku makin menarik minat
membenturkan geger otak
ke dalam kulkas