Keajaiban dan Peristiwa Gaib “I Tuo & Condong”

Pada bagian kedua, menggambarkan sosok ayah NR sebagai salah seorang ulama terpandang setelah melalui pendidikan sebagai seorang santri. Dia menuntut ilmu di Pulau Salemo, salah satu tempat, bahkan pusat pendidikan Islam penting di Sulawesi Selatan dan Barat pada abad XIX. Dari pulau di Kabupaten Pangkep ini, ayahnya melanjutkan kegiatan ‘nyantri’-nya ke Mangkoso Kabupaten Barru.

Ada satu cerita yang berkadar ‘human interest” saat ayahnya datang ke Mangkoso. Ia menemukan sejummlah gadis sedang mandi dan mencuci di sungai. Melihat ayahnya menyeberangi sungai sembari memikul kasur dan menjinjing barang-barang yang lain, termasuk buku-bukunya, serentak gadis-gadis itu tertawa.

“Ke mana gerangan mayat itu mau dikuburkan,” kata gadis-gadis yang melihat ayahnya memikul kasur di kira sedang memikul mayat.

Mendengar ledekan gadis-gadis itu, ayahnya tersinggung. Pas kebetulan juga ‘pake’ (ilmu penakluk, termasuk wanita)-nya yang diwariskan leluhurnya belum dibuang seluruhnya kala itu. Apa yang terjadi setelah itu?

Keesokan, pada pagi hari, seorang gadis menangis terisak-isak di dekat tangga asrama, mendesak ingin bertemu dengan ayah NR.

BACA JUGA:  Tim Dosen FBS UNM Gelar PKM 2025 di K-Apel

“Hei, Rahman, ‘palisui ro tauwe anaqna’ (Hai Rahman, kembalikan (ilmumu) anaknya orang,” serentak teman-temannya berteriak melihat gadis itu datang dan menangis.

Ayahnya pun mendatangi dan menyapa gadis itu dan serentak dia tersadar. Perempuan muda itu malu dan berlari ke rumahnya. Sejak saat itu, orang-orang kampung, termasuk teman-temannya, menilai ternyata Rahman Bone – begitu dia dikenal — bukan orang sembarang. Orang berilmu.

Yang juga menarik pada bagian ini adalah pada judul “Bergerilya di DI-TII”. Judul ini mengungkapkan awal mula ayah NR bergabung dengan Darul Istam-Tentara Islam Indonesia (DI-TII). Kisahnya, pada tahun 1954/1955 ayahnya bersama AG K.H.Abd.Rahman Ambo Dalle dalam perjalanan ke Makassar. Tiba di sekitar Ma’rang, Pangkep, rombongan mobil mereka dicegat oleh gerombolan DI-TII.

“DI-TII membutuhkan dokter,” kata pimpinan pencegat, yang menurut pesan komandannya, ciri khas dokter menggunakan mobil putih. Kebetulan mobil sedan AG K.H.Abd. Rahman Ambo Dalle berwarna putih, sehingga langsung dicegat.

“Panrita jaji to,(ulama pun jadi),” kata pencegat ketika mengetahui penumpang mobil yang dicegat adalah ulama dan serta merta Rahman pun dibawa masuk hutan. Sementara Gurutta menyusul. Mengetahui hal itu Qahar Mudzakkar meminta keduanya menemani berjuang menegakkan syariat Islam. AG.K.H.Abd.Rahman Ambo Dalle diangkat sebagai Perdana Menteri dan Rahman, ayah NR, diangkat sebagai Jaksa Agung Tinggi.

br
br