“Inilah terjadinya kemiskinan sains terhadap perbedaan yang terjadi dalam bahasa daerah. Ini keanekaragaman biokultural yang harus kita pertahankan,” ungkap Hilmar Farid.
Keragaman pulau juga melahirkan keragaman ilmu pengetahuan yang berbeda antara satu pulau dengan pulau yang lain. Masyarakatnya juga luar biasa. Bertemu antara Melanesia dan Austronesia, sehingga kulturalnya pun sangat unik. Ini dapat kita temukan fitur-fiturnya seperti di Kendari, Sulawesi Tenggara karena mereka lebih dekat dengan teman-teman di Maluku dan sebagainya.
Soal potensi, kata Hilmar Farid, di kawasan Wallace ini memiliki hutan tropis 31 juta hektare, magrove 3,1 juta hektare. Hanya saja, kalau dilihat dalam indeks pembangunan desa, kebanyakan desa tertinggal itu ada di Indonesia bagian timur, padahal kekayaannya luar biasa. Namun pengelolaan yang keliru, potensi-potensi yang luar biasa ini tidak tergarap.
Hilmar Farid merekomendasikan, Unhas ini menjadi rumah untuk mempelajari segala sesuatu soal ‘archipelagos’. Hal ini disebabkan posisi Unhas yang penting dan merupakan kampus tertua dan terpenting dengan memiliki sejumlah fakultas bisa menjawab segala persoalan yang ada. Yang datang ke Unhas ini berasal dari berbagai daerah di Indonesia Timur.
“Ini tawaran sebenarnya, jika mau melaksanakan penelitian yang sifatnya menyeluruh dan tidak mungkin dikerjakan oleh satu lembaga. Apalagi kita memiliki banyak pakar dalam berbagai disiplin,” demikian Hilmar Farid dalam acara yang dihadiri Wakil Rektor I Prof.drg. Muhammad Ruslin, M.Kes., Ph.D., Sp.BM(K) mewakili Rektor Unhas, Wakil Rektor III Prof.Dr.Farida Patittingi, M.Hum, Dekan Fakultas Ilmu Budaya Unhas Prof.Dr.Akin Duli, M.A, dan sejumlah dosen dan mahasiswa Unhas yang memadati Auditorium Prof.A.Amiruddin. (mda).







br






