Dalam Masyarakat Bima, Penyakit Bagian Makna Budaya & Spiritual

* Martiningsih Raih Doktor Cumlaude di FIK UI

NusantaraInsight, Depok — Dalam masyarakat dengan kearifan lokal yang kuat, seperti etnis Bima di Nusa Tenggara Barat, penyakit tidak semata-mata dimaknai sebagai gangguan medis, tetapi juga bagian dari pemaknaan budaya dan spiritual.

“Kajian peneliti, bagaimana kepercayaan, norma sosial, dan budaya lokal membentuk pemahaman dan perilaku perawatan diri pasien hipertensi. Penelitian ini menjadi kontribusi penting dalam pengembangan keperawatan berbasis budaya (cultural care) yang berorientasi pada kebutuhan kontekstual masyarakat Indonesia yang beragam,” ungkap Martiningsih ketika mempertahan disertasi Doktor di Fakultas Ilmu Keperawatan Universitas Indonesia (FIK UI), Depok, Jumat (4/7/2025) untuk memperoleh gelar akademik tertinggi (Doktor) Ilmu Keperawatan .

Disertasi berjudul “Eksplorasi Budaya Perawatan Diri pada Pasien Hipertensi di Bima: Studi Ethnonursing,” yang dipertahankan perempuan kelahiran Semarang 28 Oktober 1975 berhasil memperoleh yudisium dengan predikat “cumlaude” dalam Sidang Terbuka Promosi Doktor yang dipimpin Prof.Agung Waluyo, S.Kp.M.Sc., Ph.D.

Bertindak sebagai promotor Dosen Poltekkes Kemenkes Mataram ini, Dr. Enie Novieastari, S.Kp., M.S.N. dan Ko-Promotor I dan II masing-masing Dr. Astuti Yuni Nursasi, S.Kp., M.N. dan Prof. Dr. drg. Ella Nurlaella Hadi, M.Kes. sebagai ko-promotor II. Sedangkan para penguji dari berbagai bidang, terdiri atas Dr. I Made Kariasa, Prof. Dr. Abdul Wahid, Hening Pujasari, Ph.D., dan Prof. Kusman Ibrahim, Ph.D.

BACA JUGA:  STIE AMKOP Teken 2 MoU dalam Sehari

Martiningsih yang menyelesaikan pendidikan Magister Ilmu Keperawatan FIK UI tahun 2011 itu menyebutkan, obat tradisional lebih dipercaya, hipertensi dianggap bisa sembuh sendiri

“Dengan pendekatan ethnografi keperawatan dan metode Ethnonursing Research Method (ERM), penelitian ini dilakukan pada tiga wilayah kerja puskesmas yang mewakili area rural dan urban di Bima,”ungkap lulusan S-1 dan Profesi Ners di Program Studi Ilmu Keperawatan Universitas Brawijaya (UB) tahun 2005 tersebut.

Promovenda yang pernah bekerja di RSUD Bima (1997-1998) itu mengatakan, data diperoleh dari observasi partisipatori dan wawancara mendalam dengan 16 pasien hipertensi, 12 perawat, 23 tokoh masyarakat, dan 16 anggota keluarga yang berperan sebagai “care giver” (pemberi perawatan) utama.

Hasil studi menunjukkan, kata Martiningsih, banyak pasien etnis Bima memandang hipertensi sebagai penyakit biasa yang dapat sembuh sendiri. Obat medis dinilai memiliki efek samping yang berbahaya, sementara pengobatan tradisional lebih dipercaya dan menjadi praktik utama dalam perawatan diri.