Oleh: Ika Rini Puspita, S.Si
(Alumni Jurusan Biologi SAINS UIN Alauddin Makassar)
NusantaraInsight, Makassar — Kegaduhan Raja Ampat, menghiasi sosmed tanah air semua tahu kasus ini. Sampai tagar #SaveRajaAmpat seketika viral. Pasalnya kawasan yang dikenal luas dengan pesona indahnya dunia atas dan bawah laut yang memanjakan mata itu kini terancam rusak. Bukan karena bencana alam tapi dampak eksploitasi tambang yang kian serakah. Terlebih jika hilirisasi nikel dengan dibangunnya smelter jadi diresmikan. Keindahan pun berisiko tinggal kenangan.
Namun sangat memprihatinkan apabila kecemasan masyarakat akan masa depan Raja Ampat disikapi dengan gegabah. Bahkan beberapa media asing menyoroti gaduh soal izin tambang nikel di Raja Ampat, Papua Barat Daya, Indonesia. Media dari Malaysia, Singapura, hingga Turki ikut mewartakan polemik izin tambang nikel di Raja Ampat.
Tetaplah Berisik
Berisiknya masyarakat membuat dunia dan pemimpin mengambil keputusan untuk mencabut atau menghentikan sementara empat izin usaha pertambangan (IUP) (Mediaindonesia,10/6/2025). Setitik kabar baik dan salah satu langkah penting menuju perlindungan ekosistem di Raja Ampat. Artinya masih ada satu izin tambang yang beroperasi dengan dalih jauh dari lokasi strategis. Fakta ini, tidak seharusnya membuat kita bernapas lega, bisajadi saat kondisi tenang eksploitasi akan dilanjutkan. Dimana kita tahu, ladang cuan akan selalu mulus jalannya bagaimana pun kondisinya. Seperti di sektor pariwisata sudah memberikan kontribusi signifikan terhadap Pendapatan Asli Daerah (PAD). Data Dinas Pariwisata Kabupaten Raja Ampat yang menyebut bahwa pariwisata menyumbang sekitar Rp150 miliar per tahun, dengan rata-rata kunjungan mencapai 30.000 wisatawan tiap tahun dan 70% di antaranya adalah wisatawan mancanegara. Jelas, potensi ekonomi Raja Ampat bukan pada tambang, tetapi pada lautnya yang lestari. Jika potensi lestari itu dirusak, semua bisa hilang, baik dari sisi alam, budaya, maupun penghidupan masyarakat lokal.
Raja Ampat Tidak Sendiri !
Raja Ampat tidak sendiri dan bukan hal yang baru terjadi. Negeri ini memang tergolong penghasil nikel terbesar setara dengan 23% cadangan di dunia. Tepatnya, Indonesia memiliki sumber daya nikel mencapai 17,7 miliar ton bijih dan 177,8 juta ton logam, dengan jumlah cadangan 5,2 miliar ton bijih dan 57 juta ton logam. Potensi yang berlimpah ini tersebar tak hanya di Papua tapi Provinsi Sulawesi Tenggara, Sulawesi Tengah, Sulawesi Selatan, Maluku, dan Maluku Utara. Sebagiannya bahkan sudah sejak lama dieksplorasi oligarki tambang berikut dengan hilirisasinya.