-000-
Maka reshuffle kabinet diperlukan sebagai cara Prabowo membuat para menteri bekerja maksimum.
Apalagi kabinet Prabowo lumayan “gemuk.” Jika bertambah menteri dan wakil menteri tak menjadi tambahan prestasi, reshuffle kabinet sejak tahun pertama, bahkan enam bulan pertama menjadi pilihan.
Reshuffle kabinet yang dilakukan sejak 6 bulan hingga 1 tahun pertama harus menjadi langkah awal untuk memastikan bahwa kementeriannya diisi oleh orang-orang yang kompeten dan memiliki integritas tinggi.
Jika ada menteri yang tidak mampu menjalankan visi besar untuk Indonesia, maka mereka harus segera diganti. Ini akan memberikan sinyal yang kuat bahwa Prabowo memiliki standar yang tinggi dalam mewujudkan pemerintahan yang efektif dan bersih.
Ini juga akan menjadi lonceng yang keras di telinga menteri dan wakil menteri. Mereka kini berada di bawah Presiden yang meletakkan standar yang tinggi agar kapal Indonesia cepat berlayar.
Kita bisa belajar dari contoh Lee Kuan Yew di Singapura. Dalam masa pemerintahannya, Lee menerapkan kebijakan yang sangat keras terhadap korupsi dan membangun pemerintahan yang bersih dan efisien.
Itu menjadi dasar kemajuan Singapura dari negara berkembang menjadi pusat keuangan global. Keberhasilan Lee membuktikan bahwa kepemimpinan yang bersih adalah kunci kemajuan ekonomi yang berkelanjutan.
Prabowo harus belajar dari pendekatan ini dan memastikan bahwa pemerintahannya tidak hanya fokus pada pertumbuhan ekonomi, tetapi juga pada pemerintahan yang bersih.
Tentu, di samping tantangan domestik, Prabowo juga harus siap menghadapi tantangan global yang semakin kompleks.
Perubahan iklim adalah ancaman nyata yang bisa memengaruhi sektor-sektor penting di Indonesia, seperti pertanian, perikanan, dan energi.
Dalam skenario terbaiknya, Prabowo harus mendorong Indonesia menuju ekonomi hijau yang berkelanjutan. Hal ini akan memerlukan investasi besar dalam teknologi bersih dan infrastruktur ramah lingkungan, serta kemitraan strategis dengan negara-negara maju yang memiliki teknologi hijau.
Selain itu, geopolitik regional di Asia Tenggara juga akan menjadi ujian besar bagi kepemimpinan Prabowo.
Persaingan antara Cina dan Amerika Serikat semakin intens, dan Indonesia harus bermain cerdas dalam menjaga keseimbangan diplomatik. Prabowo harus memperkuat hubungan bilateral dengan negara-negara seperti India dan Jepang, serta menjaga hubungan strategis dengan Amerika Serikat dan Uni Eropa.
Pada saat yang sama, Indonesia juga harus tetap terbuka terhadap kemitraan ekonomi dengan Cina, mengingat pentingnya hubungan perdagangan dan investasi dengan negara tersebut.