SKEMA : Buka Puasa LSI Denny J.A

Direktur LSI Denny J.A
Denny J.A

Akibatnya, kehadiran para tentara veteran dengan segera terlupakan. Sanjungan menguap di keramaian. Lebih tragisnya, mereka kesulitan menyesuaikan diri dengan kehidupan pascaperang yang tak pernah mereka alami di medan tempur. Setiap saat ada saja kesulitan baru yang muncul yang tak mereka pahami. Semakin lama semakin berat. “Maka kita tak boleh seperti para prajurit veteran itu,” Denny menyimpulkan. “Senang mendapatkan pujian sesaat, tapi setelah itu mendapatkan kesulitan bertubi-tubi karena tak siap menghadapi situasi kehidupan yang berubah cepat. Kadang tak bisa diprediksi.”

Bagi saya, ini sebuah pengantar menjelang buka puasa yang tak biasa. Singkat namun istimewa—dan mengena.

4/
Azan maghrib berkumandang, waktunya buka puasa. Saya bayangkan Denny tetap duduk di kursinya, begitu juga petinggi LSI Network lainnya. Pramusaji yang akan mengantarkan takjil ke meja kami. Saya keliru. Denny berdiri dari kursi, berjalan menuju meja prasmanan, berbaur bersama karyawan.

Diambilnya sepiring daging kambing guling, sop kambing, dan beberapa potong lontong, sebelum kembali ke meja dan menyantapnya. Menu lainnya yang tersedia adalah ayam teriyaki, sapi lada hitam, salad Bangkok, nasi putih, beberapa jenis takjil dan _desserts_, serta es krim. Menu yang sama bagi pendiri, BOD, manager, karyawan, resepsionis, _office boy_, dan petugas sekuriti. Tak ada perbedaan, tak ada pengistimewaan.

BACA JUGA:  HANYA ADA DI K-APEL

Setelah makan malam dan salat maghrib, pembawa acara kembali memanggil Denny ke panggung untuk sumbang suara menyemarakkan acara. Lagu “Rindu Rasul” dari Bimbo (syair gubahan penyair Taufiq Ismail) dipilih Denny dan dibawakan penuh penghayatan melalui vibra suara baritonnya yang mengingatkan sekilas pada getar vokal khas Elvis Presley.

Aplaus meriah diberikan hadirin ketika lagu selesai. Denny bersiap turun panggung ketika hadirin bersorak serempak “Lagi! lagi!”. Dia pun bicara dengan trio pengiring.

“Ternyata stok lagu-lagu religi mereka terbatas,” ujar Denny disambut tawa audiens dan ketiga musisi. “Jadi kita nyanyikan lagu sekuler saja bersama-sama.” Meluncurlah lagu “Ku Tak Bisa” (Slank) yang membuat seisi ruangan ikut bernyanyi.

Hadirin kembali beramai-ramai berteriak, “Lagi, lagi, lagi!” saat lagu tuntas.

Denny kembali bicara dengan musisi. Lalu syair “Pelangi di Matamu” pun meluncur dari mulutnya. Hadirin ikut bernyanyi penuh semangat. Akrab, hangat. Saya teringat mantan Presiden Susilo Bambang Yudhoyono yang juga penyuka berat komposisi _rock ballad_ karya grup cadas Jamrud ini.

BACA JUGA:  TITIEK PUSPA DAN HIDUP YANG JENAKA

Pada Pilpres 2004 yang ditandai ketegangan hubungan Presiden Megawati Sukarnoputri dengan SBY yang dipecat dari jabatan Menko Polkam karena mencalonkan diri sebagai capres, “Pelangi di Matamu” menjadi simbol perlawanan pendiri Partai Demokrat itu. Terlihat sangat jelas saat SBY sebagai tamu VVIP Grand Final Akademisi Fantasi Indonesia (AFI) 2 _Indosiar,_ justru naik panggung menyanyikan lagu ini yang disiarkan _live_. Bait-bait awal lagu: _30 menit kita di sini/tanpa suara/dan aku resah harus menunggu lama/kata darimu_” menggambarkan dengan tepat situasi _communication breakdown_ antara SBY dan Megawati saat itu.