2. _Gendang_ sebagai kepala, gambaran dari pikiran manusia. Tempo irama dari permainan musik kebangru’an–panjang atau pendek durasi permainan musiknya–ditentukan oleh gendang. Pesan yang hendak disampaikan agar manusia bijaksana dalam berpikir, mempertimbangakan segala hal dalam pengambilan keputusan.
3. _Suling_ dimaknai sebagai jasad, gambaran dari tubuh dan panca indera yang mempunyai pesan agar selalu menjaga seluruh panca indera: pendengaran, penglihatan, penciuman, dan lainnya untuk kebaikan.
4. _Piul/Biola_ dimaknai sebagai lidah, gambaran dari ucapan atau lisan yang berpesan: agar selalu menjaga lisan supaya tidak menyakiti perasaan orang lain.
5. _Gambus_ dimaknai sebagai simbol dari isi perut manusia dengan pesan agar setiap manusia mencari rezeki dengan cara yang baik.
6. _Jidur_ dimaknai sebagai perut manusia, gambaran dari dunia yang berpesan supaya dalam menjalankan kehidupan bermanfaat untuk diri sendiri dan orang lain.
7. _Rencek/Ceng-Ceng Rincik_ dimaknai sebagai kaki dan tangan, merupakan gambaran dari langkah dan laku, tujuan di dalam menjalankan kehidupan yang memiliki pesan agar di setiap perbuatan selalu berada di jalan yang baik dan lurus.
8. _Gong_ dimaknai sebagai tulang sulbi atau kursi, gambaran dari kedudukannya supaya manusia bisa menjaga etika dan tata krama dan penentu dari semua tujuan kebaikan.
*Kearifan Lokal*
Kajian Yuga Anggana (2023: hal 133-134) menyatakan bahwa ritus _kebangru’an_ sebagai sebuah tradisi memiliki alasan kuat hingga mampu bertahan hingga kini. Terdapat ragam manfaat yang dirasakan masyarakat dari adanya ritus _kebangru’an_ .
Nilai-nilai kebermanfaatan tersebut, yaitu: (1) sebagai terapi penyembuhan orang kesurupan, (2) sebagai sumber informasi dari roh leluhur, (3) sebagai media pengobatan alternatif bagi masyarakat, (4) menumbuhkan rasa kepedulian terhadap sesama, (5) menumbuhkan sikap gotong royong, (6) menumbuhkan sikap disiplin dan tertib, dan (7) meningkatkan sikap religius.
Hal utama yang juga menjadi bagian dari kearifan dari ritus _kebangru’an_ ialah tumbuhnya adab manusia terhadap alam. Ritus _kebangru’an_ terkait erat dengan mata air Mualam Benyer.
Selain musik yang digunakan merupakan musik yang kerap dimainkan di mata air Mualam Benyer sebagai pengiring aktivitas keseharian warga, roh leluhur yang merasuki tubuh seseorang dalam fenomena _kebangru’an_ selalu meminta dibawakan air dari mata air Mualan Benyer, atau ia sendiri yang menyatakan keinginan untuk mengunjungi mata air Mualan Bernyer.
Bersumber dari informasi yang konon disampaikan oleh roh leluhur bahwasannya mata air beserta sekitarnya harus selalu dirawat dan dijaga dengan baik, masyarakat kemudian memiliki ritual khusus pemberishan mata air tersebut yang digelar rutin di setiap tahun.