TAJAMKAN PENAMU

Oleh Aslam Katutu

NusantaraInsight, Makassar — “Tulisan-tulisan dengan tema Palestina di Media Online ini akan saya rangkum dan jadikan sebuah buku yang akan menjadi catatan sejarah kemanusian untuk generasi akan datang”

Seorang teman penulis bertanya dengan nada sedikit mengeritik, Tulisan Abang akhir-akhir ini semuanya koq bertemakan Palestina? Ya, jangan berhenti brisik soal Palestina, selagi penindasan dan kebiadaban terus terjadi di sana, jawabku singkat. Mungkin kiriman doa sudah sering kita panjatkan, begitupun donasi, saya percaya rakyat Indonesia terus mengalir untuk membantu Palestina, mau ikut berperang langsung melawan zionis mungkin belum ada jalannya. Tapi ada satu cara melawan Zionis walaupun kita jauh dari Timur Tengah. Yaitu perang Narasi.

Dunia saat ini bukan hanya berada di medan perang yang berdarah oleh senjata, tetapi juga di tengah perang narasi yang tak kalah tajam dan mematikan. Jika rudal bisa menghancurkan rumah, maka narasi bisa menghancurkan kebenaran. Jika peluru bisa mengakhiri hidup, maka propaganda bisa menghapus simpati dan empati dari dunia. Dalam konteks inilah, musibah kemanusiaan di Gaza bukan hanya menjadi isu perang militer, tetapi juga menjadi medan pertempuran informasi. Dan dalam medan itu, pena kita adalah senjata.
Selama bertahun-tahun, Gaza berdiri sebagai luka terbuka di tengah dunia yang mengaku beradab. Di atas tanah yang sempit dan diblokade, dua juta lebih manusia hidup dalam ketidakpastian. Mereka kehilangan rumah, anak-anak, sekolah, rumah sakit, bahkan harapan. Tapi yang paling menyedihkan adalah: mereka juga hampir kehilangan suara.

BACA JUGA:  TOWS: Orientasi Masa Depan

Sebab dunia terlalu ramai oleh narasi-narasi palsu yang menyamarkan penderitaan mereka. Media besar lebih suka memakai kata “konflik” daripada “penjajahan”, “bentrokan” daripada “pembantaian”, “operasi militer” daripada “kejahatan perang”. Mereka menaruh derita Gaza di bagian bawah halaman, atau bahkan meniadakannya sama sekali. Dan yang lebih berbahaya lagi, mereka membentuk persepsi bahwa Gaza adalah sumber masalah, bukan korban yang membutuhkan pertolongan.

Di sinilah kita, kamu, saya, dan siapa pun yang masih memiliki hati dan pena—harus menajamkan pena.
Penamu bukan sekadar alat tulis. Di zaman seperti ini, pena adalah tombak kebenaran. Ia mampu menembus tembok propaganda. Ia bisa menjadi suar di tengah kabut kebohongan.

Dalam sejarah peradaban, tulisan telah menjadi awal perubahan. Dari tulisan, muncul kesadaran. Dari kesadaran, muncul gerakan. Dari gerakan, lahirlah keadilan.