NusantaraInsight, Makassar — Kemajuan dalam berbangsa menjadi keinginan hakiki dari setiap negara dan pemerintahan tuk menggapainya tak terkecuali negeri indah nan permai laksana zamrud khatulistiwa, Indonesia ini. Dan Kemerdekaan dan kejayaan republik ini tak serta merta hadir secara instan melainkan melalui etape etape sejarah dan proses proses evolusi peradaban yang pelik dan kompleks, rumit dan juga menegangkan bahkan ditempa dengan kondisi kondisi ekstreem dalam bernegara yang bukan merupakan sebuah caption ataupun narasi semu yang hanya dibuat-buat belaka tetapi merupakan pure history yang sangat jelas tergambar didalam rangkaian goresan tinta berkelanjutan dan bersambung yang melekat pada fisik arsip yang menjadi memori kolektif bangsa dengan apik mendeskripsikan proses perjalanan negeri tercinta ini yang jika kita analogkan seperti perkembangan manusia mulai dalam kandungan, lahir dan menghirup nafas bumi, merangkak, berjalan, jadi anak-anak ke remaja hingga dewasa bahkan hingga tua nanti.
Proses pembentukan karakter bangsa dan negeri ini melalui proses yang sangatlah panjang dan pastilah berliku-liku karena tidaklah melulu melalui jalan yang lancar dan mulus tetapi pula didominasi oleh jalan yang berhalang rintang, onak dan duri bahkan ranjau hidup sehingga Republik ini telah banyak menikmati pengalaman pahit dan sering terluka didalam perjalanan bangsa ini. Sejarah pun tidak hanya mencatat bahwa perjuangan yang dimotori para pahlawan dan pejuang bangsa tidak hanya melawan para kolonial yang ingin menjadikan bumi pertiwi ini sebagai sapi perahan dan lokus didalam meningkatkan taraf hidup bangsa kolonial tersebut tetapi lembar demi lembar arsip yang ada di negeri ini telah menyajikan informasi bahwa sangatlah sering republik Indonesia ataupun didalam negeri yang kita cintai ini terjadi case internal yang berimplikasi besar dan dapat berakibat fatal terhadap stabilitas bangsa. Salah satunya adalah disharmonisasi yang melibatkan para buruh yang sering terlupakan dalam jejak sejarah.
Selama kurang lebih 79 Tahun sekian sejak deklarasi kemerdekaan rakyat Indonesia yang tertuang dalam selembar arsip yang saat ini telah lusuh dan usang tetapi tetap terawat dengan baik yang ditulis oleh salah satu founding father bangsa yaitu: Ir. Soekarno pada tanggal 16 Agustus tahun 1945 dengan tulisan indah pada selembar kertas blocknote berwarna putih saat itu dengan ukuran panjang 25,8 cm, lebar 21,3 cm, dan tebal 0,5 mm. Walaupun memiliki garis dan coretan,tulisan yang kita kenal dengan teks proklamasi ini pun bertuah dan sangatlah sakti karena telah membebaskan rakyat dan bangsa ini dari cengkraman dan cakar para penjajah selama berabad abad. Seiring dengan awal dimulainya kemerdekaan yang dipimpin oleh Dwi Tunggal Soekarno Hatta, buruh pun mendapatkan tempat yang terhormat dalam hati sanubari bangsa. Hal inipun sangat beralasan karena ada kesadaran bangsa saat itu bahwa buruh merupakan pejuang yang turut memiliki andil besar dalam pembangunan negeri dan bangsa ini. Buruh pun berkontribusi didalam meningkatkan kualitas perekenomian bangsa walau terkadang tidak berbanding lurus dengan peningkatan kualitas kesejahteraan dan taraf ekonomi mereka yang terkadang terstagnanisasi oleh hal hal yang jauh dari kelogisan serta cenderung mengiconkan buruh sebagai pemberontak padahal sesungguhnya buruh menunjukkan sebuah karakter dari bangsa pejuang yang tidak ingin terjajah oleh stigma negatif terhadap kerja kerja mereka yang luar biasa didalam menjaga kestabilan roda pembangunan agar tidak berhenti ditengah jalan.